Karakteristik Diagnostic (DSM-IV-TR)
Orang dengan Bulimia Nervosa akan
mengalami :
·
Episode
berulang dari makan berlebihan seperti yang ditunjukan oleh kedua hal berikut :
a. Memakan makanan dalam jumlah yang
sangat banyak dalam periode 2 jam.
b. Merasa kehilangan kontrol terhadap
pemasukan makanan pada saat episode tersebut.
·
Perilaku
tidak sesuai yang sering terjadi untuk menjaga agar berat tubuh tidak bertambah
seperti membangkitkan rasa ingin muntah, penyalahgunaan obat pencahar,
diuretic, atau dengan berpuasa, atau melakukan latihan yang berlebihan.
·
Rata-rata
minimal dalam seminggu terjadi dua kali episode makan berlebihan (pesta makan)
dan perilaku kompensasi yang tidak sesuai untuk menghindari bertambahnya berat
badan, dan hal ini terjadi minimal selama 3 bulan.
·
Perhatian
berlebihan yang terus-menerus pada bentuk dan berat badan.
Terdapat satu perbedan
mencolok antara Bulimia Nervosa dengan Anoreksia Nervosa, yaitu adalah
penurunan berat badan. Pasien yang menderita Anoreksia nervosa mengalami
penurunan berat badan yang secara drastic, sedangkan pasien Bulimia nervosa
tidak.
Pada Bulimia, makan
berlebihan biasanya dilakukan secara diam-diam, dapat dipicu oleh stress dan
berbagai emosi negatif yang ditimbulkannya, dan terus berlangsung hingga orang
yang bersangkutan merasa sangat kekenyangan. Orang dengan Bulimia nervosa akan
hilang kendali ketika makan berlebihan, bahkan hingga ke titik mengalami
sesuatu yang mirip dengan keadaan dissosiatif, mungkin kehilangan kesadaran
terhadap apa yang mereka lakukan dan merasa bahwa bukan diri mereka yang makan
berlebihan. Mereka biasanya malu dengan kondisi tersebut dan mencoba
menutupinya.
Setelah selesai makan
berlebihan, rasa jijik, rasa tidak nyaman, dan takut bila berat badan bertambah
memicu tahap kedua Bulimia nervosa, pengurasan untuk menghilangkan efek asupan
kalori karena telah makan berlebihan. Paling sering pasien memasukkan jari-jari
mereka ke tenggorokan agar tersedak dan muntah. Penyalahgunaan obat-obat
pencahar dan diuretic serta berpuasa dan olahraga berlebihan juga dilakukan
untuk mencegah penambahan berat badan.
Seperti halnya pada Anoreksia,
terdapat dua subtipe Bulimia nervosa, yaitu :
1. Tipe
Purging : sengaja melakukan perbuatan mengeluarkan makanan atau sisa-sisa
makanan, dengan cara merangsang muntah dan menggunakan obat pencahar.
2. Tipe
Non-purging : dengan sengaja melakukan perbuatan berlebihan untuk
mengkompensasi makanan yang berlebihan. Misalnya dengan olahraga mati-matian
sampai pingsan, atau puasa sampai sakit maag/pingsan. Dalam beberapa studi, orang-orang Bulimia dengan tipe
nonpurging memliki berat badan lebih besar, lebih jarang makan berlebihan, dan
menunjukkan lebih sedikit psikopatologi dibandingkan dengan orang-orang Bulimia
tipe purging.
Bulimia nervosa biasanya
terjadi pada akhir masa remaja atau awal masa dewasa. Sekitar 90 persen kasus
terjadi pada perempuan, dan prevalensi pada perempuan diperkirakan sekitar 1
hingga 2 persen dari populasi. Banyak pasien Bulimia nervosa kelebihan berat
badan sebelum onset gangguan tersebut, dan makan berlebihan sering kali dimulai
saat menjalani diet. Bulimia nervosa dikaitkan dengan sejumlah diagnosis lain,
terutama depresi, gangguan kepribadian borderline, gangguan anxietas,
penyalahgunaan zat, dan gangguan tingkah laku.
Perubahan fisik dalam Bulimia Nervosa
Bulimia nervosa terkait
dengan beberapa efek samping pada fisik. Walaupun lebih sedikit dibandingkan
dengan Anoreksia, yaitu menstruasi tidak teratur, termasuk amenorea. Hal itu
dapat terjadi meskipun pasien Bulimia memiliki Indeks Masa Tubuh (IMT) yang
normal. Selain itu, seringnya purging dapat menyebabkan kekurangan potassium. Penggunaan obat pencahar secara
berlebihan menyebabkan diare, yang juga dapat menyebabkan perubahan elektroloit
dan menyebabkan denyut jantung menjadi tidak tertatur. Muntah secara
terus-menerus dapat dihubungkan dengan masalah mestruasi dan rusaknya jaringan
lambung dan tenggorokan, serta hilangnya enamel gigi karena asam lambung dapat
merusak gigi. Bulimia nervosa, seperti halnya Anoreksia, merupakan gangguan
serius yang mengandung konsekuensi fisik yang merugikan. Meskipun resiko
kematian jauh lebih sedikit pada Bulimia dibandingkan Anoreksia.
Prognosis
Pemantauan jangka panjang
pada para pasien Bulimia nervosa mengungkap bahwa 70 persen memperoleh
kesembuhan, meskipun sekitar 10 persen tetap sepenuhnya somatik. Melakukan
intervensi segera setelah diagnosis ditegakkan berhubungan dengan prognosis
yang lebih baik. Para pasien Bulimia nervosa yang lebih sering makan berlebihan
dan muntah, komorbid dengan penyalahgunaan zat, atau memiliki riwayat depresi
memiliki prognosis lebih buruk disbanding pasien tanpa fakto-faktor tersebut.
Etiologi
Perspektif Biologis
Genetik bulimia nervosa
dapat terjadi dalam satu keluarga. Pada Bulimia nervosa ditemukan, di mana
saudara kandung dari perempuan yang
menderita Bulimia nervosa memiliki kemungkinan sekitar empat kali lebih besar
disbanding rata-rata untuk menderita gangguan tersebut. Studi terhadap saudara
kembar terkait gangguan makan juga menunjukkan pengaruh genetik. Sebagian besar
studi mengenai Bulimia dan Anoreksia menunjukkan tingkat kesesuaian yang lebih
tinggi pada kembar.
Gen memiliki pengaruh
yang lebih besar pada orang-orang kembar yang menderita gangguan makan
dibandingkan dengan faktor-faktor lingkungan. Penelitian juga menunjukkan bahwa
cirri penting gangguan makan, seperti ketidakpuasan atas bentuk tubuh,
keinginan yang kuat untuk menjadi langsing, makan berlebihan dan preokupasi
dengan berat badan dapat diturunkan dalam keluarga. Faktor-faktor genetic yang
umum dapat berperan dalam hubungan antara karakteristik kepribadian tertentu,
seperti emosionalitas negatif dan gangguan makan.
Faktor Keluarga
Gangguan makan sering kali berkembang dari adanya konflik
dalam keluarga. beberapa terori berfokus pada efek brutal dari self awareness
terhadap orang tua. Mereka mengatakan bahwa beberapa remaja menggunakan
penolakan untuk makan sebagai cara menghukum orang tua mereka karena perasaan
kesepian dan keterasingan yang mereka rasakan di rumah. Sebuah studi
membandingkan ibu dari remaja putri dengan gangguan makan dan ibu dari remaja
putri lainnya. Ibu dari remaja putri dengan gangguan makan lebih tidak bahagia
terhadap fungsi keluarganya, juga meilimiki masalah makan dan diet, dan percaya
bahwa putrinya harus menurunkan beratbadan, sertamemandang putrinya sebagai
orang yang tidak menarik. Keluarga dari wanita muda dengan gangguan makan
cenderung lebih sering mengalami konflik kurang memiliki kedekatan dan kurang
saling memberi dukungan, namun lebih bersikap kritris. Orang tua terlihat
kurang mampu untuk membangkitkan kemandirian dalam diri anak perempuan mereka.
Konflik dengan orang tua mengenai isu otonimi sering kali
mengakibatkan munculnya Buimia dan Anoreksia nervosa. Namun belum pasti apakah
keluarga dengan pola seperti ini berkontribusi pada kemunculan awal gangguan
makan atau apakah gangguan makan yang muncul mengganggu kehidupan keluarga. Tanpa
memperhatikan faktor yang memicu munculnya gangguan makan, dukungan sosial bisa
menjadi salah satu faktor yang mempertahankan keberadaan gangguan makan.
anak-anak dengan gangguan makan dapat secara cepat menjadi pusat perhatian pada
keluarga mereka, dan menerima perhatian dari orang tua yang mungkin sebelumnya
kurang.
Perspektif Sosiokultural
Berbagai standar telah
ditetapkan masyarakat mengenai tubuh yang ideal, terutama tubuh perempuan ideal
yang sangat bervariasi. Dahulu standar modern para perempuan bertubuh gemuk,
namun pada masa-masa sekarang ini standar ideal dalam budaya Amerika bergerak
ke arah lebih langsing lagi. Contohnya para model majalah mode dunia yang
memiliki tubuh tinggi dan langsing bahkan cenderung kurus dimulai pada tahun
1950 dan 1978. Dan para peserta kontes kecantikan juga semakin langsing sejak
tahun 1980an.
Secara cukup
paradoksikal, sementara standar budaya bergerak ke arah tubuh yang kurus selama
paruh waktu akhir abad ke-20, semakin banyak orang yang mengalami kelebihan
berat badan. Prevalensi obesitas meningkat dua kali lipat sejak tahun 1900.
Sekarang ini, 20-30 persen penduduk Amerika mengalami kelebihan berat badan, mungkin
karena terlalu banyaknya makanan dan gaya hidup yang tidak aktif, dan menjadi
awal tahap kobflik yang semakin besar antara bentuk tubuh ideal dan realitas
berdasarkan budaya.
Para perempuan yang
memang benar-benar kelebihan berat badan atau hanya takut menjadi gemuk mungkin
juga merasa tidak puas dengan tubuh mereka. Maka dari itu, berbagai studi
menemukan bahwa IMT tinggi dan ketidakpuasan dengan bentuk tubuh merupakan
factor resiko terjadinya gangguan makan. Ketidakpuasan akan bentuk tubuh
tampaknya semakin meningkat dan merupakan predictor kuat perkembangan gangguan
makan di kalangan remaja perempuan. Selain itu, preokupasi, untuk menjadi kurus
atau merasa ditekan untuk menjadi kurus memprediksi meningkatnya ketidakpuasan
dengan bentuk tubuh di kalangan remaja perempuan, yang pada akhirnya
memprediksi diet yang lebih sering dan timbulnya berbagai emosi negatif.
Tubuh kurus yang ideal
berdasarkan standar sosiokultural kemungkinan merupakan sarana yang membuat
orang-orang mempelajari rasa takut menjadi gemuk atau bahkan merasa gemuk.
Selain menciptakan bentuk tubuh yang tidak diinginkan, menjadi gemuk memiliki
berbagai konotasi negatif, seperti ketidaksuksesan dan kurang memiliki control
diri. Orang lain memandang obese sebagai orang-orang yang kurang cerdas dan
dicap sebagai orang yang kesepian, pemalu, dan haus kasih sayang. Dengan
demikian, perempuan mungkin merasa malu dengan tubuh mereka bila melihat
ketidakcocokan antara standar ideal individu sedikit berbeda dari standar ideal
diri mereka dan penilaian budaya (yang diobjektivikasi) tentang perempuan. Hal
ini menunjukkan pengobjektivikasian diri sendiri dan rasa malu tentang bentuk
tubuh terkait dengan gangguan makan.
Perspektif Psikologis
Berdasarkan perspektif psikologis, gangguan makan banyak terjadi
pada individu usia muda yang menderita pergolakan batin dan rasa sakit serta
menjadi terobsesi dengan permasalahan tubuh, sering kali berpaling pada makanan
untuk merasa nyaman dan tenang. Individu dengan gangguan makan sering kali
merasa kesulitan dalam memahami dan memberikan label terhadap emosi yang mereka
rasakan, dan seiring dengan berjalannya waktu, mereka belajar bahwa makan dapat
menjadi jalan dalam menangani perasaan yang tidak nyaman dan emosi yang tidak
jelas.
Dalam memahami perkembangan respons gangguan makan terhadap
rasa sakit yang terjadi dalam diri individu, ppara peneliti memiliki
ketertarikan terutama dengan adanya fakta bahwa beberapa perampuan dengan
Bulimia nervosa memiliki riwayat pernah mengalami pelecehan seksual atau
kekerasan fisik pada masa kanak-kanak. Para peneliti yang meneliti hubungan
antara pengalaman disakiti pada masa kanak-kanak dan perilaku menyakiti diri
sendiri pada kehidupan yang akan dating mulai memahami adanya kemungkinan
hubungan biokimia antara pelecehan saat masa kanak-kanak dan gangguan makan.
Keduanya menunjukkan adanya gangguan pada serotinin, tetapi pelecehan huga
berakibat pada penurunan kortisol, yaitu hormon stres.
Menurut perspektif psikologis, faktor kognitif dapat
menjelaskan secara signifikan perilaku gangguan makan. Menurut teori kognitif,
dari waktu ke waktu, individu yang menalami gangguan makan terjebak dalam pola
patologisnya karena adanya kekuatan untuk melawan perubahan yang pada umumnya
menjadi ciri khas dari proses berpikir mereka. Mereka menghindari masalah,
bukannya menyelesaikan masalah. Mereka melarikan diri ke dalam khayalan
daripada menilai masalah secara realistis dan mereka cenderung untuk tidak
mencari dukungan sosial meskipun mereka berada dalam permasalahan yang serius.
baik untuk anak laki-laki maupun perempuan, pengaruh negati juga memiliki peran
penting dalam memperkuat hubungan antara kepedulian terhadap ukuran tubuh dan
perilaku Bulimia. Pengejaran dalam mencari kenyamanan emosional melalui makan
dapat dilihat sebagai ekspresi keputusan dari perasaan dependensi terhadap
orang tua individu yang belum menemukan penyelesaian.
Trait kepribadian
dependensi yang muncul bersamaan dengan Obsesi menunjukkan adanya kedekatan
hubungan dengan simtom Bulimia. Sejalan dengan pendekatan teoritis, wanita
dengan gangguan makan memiliki perasaan tidak aman, kelekatan jenis ambivalen
bersamaan dengan banyaknya simtom gangguan kecemasan akan perpisahan dengan
masa kanak-kanak. Di antara wanita dengan Bulimia nervosa yang mengalami
gangguan kepribadian, gangguan kepribadian borderline adalah gangguan yang
paling umum terjadi. Tampaknya orang dengan gangguan makan yang berada dalam
subkelompok tertentu mengalami kesulitan yang fundamental dalam perkembangan
identitas mereka.
Pandangan Psikodinamika
Teori Psikodinamika
sebagian besar berpendapat bahwa penyebab utamanya terdapat dalam hubungan
orang tua-anak yang terganggu dan sepekat bahwa beberapa karakteristik
kepribadian penting, seperti harga diri yang rendah dan perfeksionisme,
ditemukan pada individu yang memiliki gangguan makan. Berbagai teori
psikodinamika juga menyatakan bahwa simtom-simtom gangguan makan menjadi suatu
pemenuhan bagi keberhasilan mempertahankan diet ketat atau tidak tumbuh secara
seksual dengan menjadi sangat kurus sehingga tidak mencapai tubuh seorang
perempuan pada umumnya.
Teori psikodinamika lain,
menyatakan bahwa Bulimia nervosa pada perempuan berakar dari kegagalan untuk
mengembangkan kesadaran diri yang kuat karena hubungan ibu-anak yang dipenuhi
konflik. Makanan menjadi symbol kegagalan hubungat tersebut. Makan berlebihan
dan pengurasan yang dilakukan si anak mencerminkan konflik antara kebutuhan
akan ibu dan keinginan untuk meolak ibu.
Pandangan Kognitif-Perilaku
Para penderita Bulimia
nervosa juga dianggap memiliki kekhawatiran berlebihan dengan penambahan berat
bandan dan penampilan tubuh. Pasien Bulimia nervosa memang menilai diri mereka
terutama berdasarkan berat badan dan bentuk tubuh mereka. Mereka juga memiliki
kepercayaan diri yang rendah, dan karena
berat badan serta bentuk tubuh cukup lebih mudah dikendalikan disbanding aspek
diri yang lain, mereka cenderung memfokuskan pasa berat badan dan bentuk tubuh,
dan berharap bahwa usaha mereka dalam bidang ini akan membuat mereka secara
umum merasa lebih baik. Mereka mencoba mengikuti pola makan terbatas yang
sangat kaku, dengan aturan ketat mengenai jumlah asupan makanan, jenis makanan
yang dimakan dan kapan harus makan. Aturan ketat tersebut pada akhirnya
dilanggar, dan pelanggaran tersebut meningkat menjadi makan berlebihan. Setelah
makan berlebihan, timbul perasaan jijik dan rasa takut menjadi gemuk, sehingga
memicu tindakan kompensatori seperti muntah. Meskipun pengurasan untuk
sementara mengurangi kecemasan karena telah makan berlebihan, yang memicu makan
berlebihan dan pengurasan yang semakin sering, suatu siklus yang mempertahankan
berat badan yang dikehendaki, namun mengandung berbagai konsekuensi medis.
Ditemukan beberapa kondisi lain yang semakin meningkatkan banyaknya asupan
makanan pada orang-orang yang melakukan pembatasan makanan setelah asupan awal, yang perlu dicatat adalah
beragam mood negatif, seperti kecemasan dan depresi.
Meningkatnya konsumsi
makanan pada orang-orang yang membatasi asupan makanannya terutama terjadi
ketika citra diri mereka terancam dan jika mereka memiliki harga diri rendah.
Apabila orang-orang yang membatasi asupan makanannya mendapatkan umpan balik
yang salah bahwa mereka memiliki berat badan tinggi, mereka merespons dengan
peningkatan emosi negatif dan peningkatan kinsumsi makanan.
Pasien Bulimia nervosa
umumnya makan berlebihan bila menghadapi stres dan mengalami afek negatif.
Sehingga makan berlebihan berfungsi sebagai alat mengendalikan afek negatif.
Pasien Bulimia mengatakan meningkatnya kadar kecemasan mereka ketika mereka makan,
naum tidak dapat melakukan pengurasan dan penuturan diri tersebut telah
divalidasi melalui pengukuran fisiologis, seperti konduktans kulit. Secara sama
, kadar kecemasan menurun setelah pengurasan, sekali lagi memperkuat pemikiran
bahwa pengurasan diperkuat oleh berkurangnya kecemasan.
Prevalensi
·
Pengaruh Gender
Banyak fakta menunjukan
bahwa gangguan makan lebih umum terjadi pada perempuan disbanding pada
laki-laki. Salah satu alasan utama atas prevalensi gangguan makan yang lebih
besar pada perempuan kemungkinan adalah fakta bahwa standar budaya masyarakat
Barat menguatkan keinginan untuk menjadi kurus pada perempuan disbanding
laki-laki. Selain itu, nilai-nilai sosiokultural mendorong objektivikasi tubuh
perempuan, sedangkan kaum laki-laki lebih dihargai berdasarkan berbagai
keberhasilan mereka. Resiko gangguan makan pada kelompok perempuan yang sangat
peduli terhadap berat badan, misalnya para penari, model, dan pesenam sangat
tinggi.
·
Berbagai Studi Lintas Budaya
Gangguan makan lebih
banyak terjadi dalam masyarakat industry, seperti Amerika, Kanada, Jepang,
Australia, dan Eropa, disbanding dalam masyarakat nonindustri. dalam suatu
epidemologis, kasus Bulimia nervosa meningkat empat kali lipat dari tahun
1950-an hingga tahun 1970-an. Selain itu, seiring dengan masyarakat mengalami
berbagai praktik budaya Barat, kasus gangguan makan tampak mengalami
peningkatan. Dari berbagai studi menunjukan bahwa bila perempuan yang berasal
dari masyarakat dengan tingkat prevalensi gangguan makan yang rendah berubah
menjadi masyarakat dengan tingkat prevalensi tinggi, maka prevalensi mengalami
kenaikan. Perbedaan tersebut disebabkan oleh penekanan yang lebih besar pada
tubuh yang langsing dan citra tubuh di mayarakat Barat. Namun, dibeberapa
budaya yang berbeda seperti Afrika, berat badan yang lebih besar pada perempuan
sangat dihargai dan dianggap sebagai lambing kesuburan dan kesehatan. Perbedaan
besar dalam prevalensi gangguan makan di antara berbagai budaya memberikan
suatu gambaran tentang pentingnya budaya dalam menetapkan pandangan realistik
versus pandangan yang secara potensial menyimpang tentang bentuk tubuh. Dengan
demikian, variasi antarberbagai budaya dalam prevalensi gangguan makan tetap
merupakan suatu pendapat yang kontra.
Prevensi
Komplikasi medis dalam
Bulimia nervosa maupun Anoreksia nervosa seperti ketidakseimbangan elektrolit,
juga memerlukan penanganan, jadi pada Bulimia dan Anoreksia diberikan
penanganan biologis dan psikologis.
·
Penanganan Biologis
Karena Bulimia nervosa sering kali komorbid dengan depresi,
ganguan ini ditangani dengan berbagai antidepresan. Minat difokuskan pada
fluoksetin. Perempuan dengan Bulimia ditangani sebagai pasien rawat jalan selama
delapan minggu. Fluoksetin ternyata lebih memberikan hasil dibandingkan placebo
untuk mengurangi makan berlebihan dan muntah, juga mengurangi depresi dan sikap
yang menyimpang terhadap makanan dan makan. Dalam sebagian besar studi termasuk
studi double-blind dengan kelompok
control placebo, mengkonfirmasi kemampuan berbagai macam antidepresan untuk
mengurangi pengurasan dan makan berlebihan, bahkan di kalangan pasien yang
tidak mengalami perbaikan dlaam penanganan psikologis yang diberikan
sebelumnya.
Dalam studi multisentral
tentang fluoksetin, hampir sepertiga pasien berhenti sebelum akhir masa
penanganan yang berlangsung selama delapan minggu, teruatama disebabkan efek
samping obat-obatan yang diberikan. Bandingkan dengan angka kurang dari lima
persen pasien yang berhenti dari terapi kognitif-behavioral. Terlebih lagi,
sebagian besar pasien kambuh ketika pemberian berbagai jenis obat antidepresan
dihentikan, seperti yang terjadi dengan sebagian besar obat-obatan psikoaktif.
Terdapat beberapa kecenderungan untuk kambuh tersebut berkurang bila
antidepresan diberikan dalam konteks terapi kognitif-behavioral.
·
Penanganan Psikologis Bulimia Nervosa
Psikoterapi
Kognitif-Behavioral Therapy (CBT) harus dianggap sebagai, patokan lini pertama pengobatan untuk bulimia nervosa. Data
pendukung efektivitas CBT didasarkan pada kepatuhan yang ketat dan harus
betul-betul dilaksanakan dengan sangat rinci, petunjuk-dipandu perawatan
yang mencakup sekitar 18 sampai 20 sesi selama 5 sampai 6 bulan. CBTmenerapkan
sejumlah prosedur kognitif dan perilaku untuk (1) mengganggu siklus
mempertahankan diri perilaku makan berlebihan dan diet dan (2) mengubah
kognisidisi fungsional individu, yaitu keyakinan tentang makanan, berat badan,
citra tubuh, dan keseluruhan konsep diri.
Dynamic Psikoterapi (Pengobatan psikodinamik) pasien dengan bulimia
nervosa telah mengungkapkan kecenderungan
untuk mengkonkretkan mekanisme pertahanan introjective dan proyektif.Dengan cara yang analog dengan membelah, pasien
membagi makanan ke dalam dua kategori:
item yang bergizi dan mereka yang tidak sehat. Makanan yang ditunjuk bergizi
dapat dicerna dan dipertahankan karena secara tidak sadar melambangkan
introjects baik. Tapi junk food secara tidak sadar berhubungan dengan
introjects buruk dan oleh karena itu, dikeluarkan melalui muntah, dengan sadar
bahwa semua fantasi merusak, kebencian, dan kejahatan sedang dievakuasi.
Pasien sementara dapat merasa nyaman setelah muntah karena evakuasi fantasi, tapi perasaan yang terkait
menjadi baik adalah singkat karena didasarkan pada kombinasi tidak
stabil. Tabel 23,2-2 DSM-IV-TR Kriteria Diagnostik Gangguan Makan Not Otherwise
Specified Gangguan makan tidak ditentukan
kategori untuk gangguan makan yang tidak memenuhi kriteria untuk
gangguan makan tertentu. Contoh termasuk:
1. Untuk perempuan, semua
kriteria untuk anoreksia nervosa terpenuhi kecuali bahwaindividu memiliki siklus haid yang normal.
2.
Semua kriteria untuk
anoreksia nervosa terpenuhi kecuali bahwa, meskipun penurunan berat badan
yang signifikan, berat saat individu berada dalam rentang normal.
3.
Semua kriteria untuk bulimia nervosa terpenuhi
kecuali bahwa pesta makan dan mekanisme kompensasi yang tidak tepat terjadi
pada frekuensi kurang dari dua kali seminggu atau untuk durasi kurang dari
3 bulan.
4.
Penggunaan secara teratur perilaku kompensasi
yang tidak tepat oleh individu berat badan normal
setelah makan sejumlah kecil makanan (misalnya, self-induced muntah setelah
mengkonsumsi dua kue).
5.
Berulang kali mengunyah
dan meludah keluar, namun tidak menelan sejumlah besar makanan.
6.
Pesta-gangguan makan:
episode berulang pesta makan dengan tidak adanya penggunaan rutin perilaku
kompensasi yang tidak tepat karakteristik bulimia nervosa.
·
Prevensi primer
Ditujukan pada populasi yang berisiko tinggi
seperti murid SMP perempuan untuk mencegah timbulnya gangguan makan pada mereka
yang asimtomatik. Sejumlah program
pendidikan dapat dicoba berdasarkan asumsi bahwa pengetahuan dapat mengubah
sikap dan perilaku, program tersebut ditekankan pada pemahaman tentang citra
diri.
·
Prevensi sekunder
Bertujuan
untuk deteksi dan intervensi dini, dengan memberikan pendidikan pada petugas
kesehatan di pusat pelayanan kesehatan primer. Dengan intervensi dini
morbiditas dapat diturunkan.
Pada
perspektif sosiokultural, intervensi yang melibatkan komponen keluarga
digunakan pada klien remaja dengan gangguan makan dan berada dalam kondisi
tersebut dalam waktu yang relatif singkat. Beberapa jenis terspis menemukan
jika kelompok terapi multikeluarga berfungsi secara efektif terutama dalam
menangani gangguan makan. pada terapi jenis tersebut, beberapa keluarga
berpartisipasi dalam sesi kelompok secara simultan. Salah satu faktor positif
dari intervensi tersebut adalah penurunan perasaan yang menyebabkan stigma dan
isolasi yang muncul saat salah satu anggota keluarga menderita gangguan makan.
Kesimpulannya,
gangguan makan adalah suatu kondisi yang di dalamnya terdapat interaksi
kompleks antara faktor biologis, psikologis, dan sosiokultural. tidak seperti
beberapa gangguan lainnya hanya satu faktor saja yang menjadi dasar terjadinya
gangguan, gangguan makan tampaknya muncul sebagai akibat dari konflik
interpersoanal dan intrapersonal. Pengaruh interpersonal, khususnya berasal
dari sistem keluarga dan hubungan dengan teman sebaya, membangkitkan perhatian
yang berlebihan terhadap citra tubuh dan daya tarik.
Distrorsi
persepsi diri dan gangguan pola pikir menambah permasalahan yang sudah ada, dan
sejalan dengan waktu, perubahan tubuh menjadi gambaran keseluruhan masalah.
Intervensi pendekatan biopsikososial menghubungkan teknik dari ketiga
perspektif.
Pada perspektif biologis treatmen mungkin
dapat melibatkan penggunaan obat-obatan, tetapi cara tersebut tidak harus
selalu digunakan. Komponen medis yang paling penting adalah yang memfokuskan
pada fungsi tubuh dan perilaku makan yang sehat. Teknik psikologis yang paling
efektif adalah yang sasarannya pada pola pikir dan persepsi yang terdistorsi.
Komponen sosiokultural dapat melibatkan keluarga atau terapi kelompok.
Intervensi yang kuat terutama pada tahap awal gangguan makan dapat mengubah
arah gangguan yang secara potensial dapat merusak.
Contoh Kasus
Demi Lovato
adalah seorang aktris dan penyanyi muda berkebangsaan Amerika Serikat yang juga berdarah Mexico dan Italia dari orang
tuanya. Dia bermain di beberapa film disney seperti Camp Rock dan Sonny With A Chance. Dia mulai berkarier di dunia
hiburan sejak tahun 2002 lewat
perannya sebagai Angela di Barney & Friends.
Demi Lovato is not happy at all. Pada tahun 2010, Demi menghentikan konser
internasionalnya bersama Jonas Brothers dan juga berhenti dari perannya sebagai
pemeran utama dalam “Sonny with a Chance” di Disney Chanel series yang sangat
populer dikalangan remaja. Pada saat itu, para pengamat Hollywood dibuat
bingung setengah mati oleh artis cantik ini, karena di tengah popularitasnya
yang sedang menanjak, Demi malah mengambil langkah yang dapat menghancurkan
kariernya. Alasan mengapa Demi melakukan langkah kontroversial itu adalah
karena Demi mengalami apa yang disebutnya sebagai “physical and emotional
issue” yang belakangan diketahui berupa depresi dan bulimia. Karena itu, ia
mencoba untuk menyembuhkan diri dengan tinggal di tempat rehabilitasi selama
tiga bulan.
Semua berawal dari kelas 7th Grade, setara
dengan kelas 2 SMP di Indonesia, Demi Lovato di-bully oleh teman-teman
sekolahnya. Ia yang saat itu masih kanak-kanak dan innocent diledek
sebagai: “Cewe Gemuk” oleh tidak hanya satu, tapi banyak teman yang menyebutnya
demikian. Memang itu hanya dua kata yang sederhana, tapi siapa sangka dua kata
tersebut terekam kuat di otak Demi, bahkan mempengaruhi hidupnya sampai
sekarang. Sejak usia 12 tahun, Demi membenci tubuhnya. Ia menjadi seorang
penderita eating disorder yang semakin lama semakin berkembang menjadi
bulimia. Bagi yang belum tahu, Bulimia adalah gangguan pola makan yang serius,
dimana seseorang makan makanan dengan jumlah yang banyak dalam waktu singkat
dan kemudian dia membersihkan diri dari makanan tersebut dengan cara
memuntahkan kembali makanan tersebut atau dengan menelan obat pencahar.
Hal ini diakibatkan oleh keinginan kuatnya untuk menjadi kurus.
Dengan menjadi artis, tidak membuat hidup
Demi lebih baik, bahkan sebaliknya. Ia semakin kehilangan kepercayaan diri dan
malu akan tubuh yang menurutnya ‘gemuk’ tersebut. Pola pikir ini membuat
Demi mengadakan konser dalam keadaan lapar, kehilangan suara karena
muntah, dan dalam keadaan paling buruk, ia muntah lima kali dalam sehari.
“it was just blood in the toilet“ ujar Demi. Demi pun merasa risih dengan papparazi
yang selalu ada di sekitarnya. Bahkan Demi merasa depresi apabila
papparazi tersebut mengambil fotonya dengan angel yang buruk, sehingga
ia kelihatan lebih gemuk. Depresi ini mengantarkan Demi untuk mulai
berkenalan dengan alkohol dan mulai menyayat-nyayat tangannya dengan benda
tajam. Menurut Demi, ini adalah cara untuk keluar dari kecemasan dan depresi
yang dialaminya. “It was a way of expressing my own shame, of myself, on my
own body” kata Demi.
Walaupun ia telah menjadi artis, dipuja akan
kecantikannya, bahkan jutaan wanita ingin menjadi seperti dirinya, namun tetap
saja pengalaman di-bully oleh teman-teman sekolah menghantui hidupnya.
Meskipun saat ini Demi telah menyelesaikan program rehabilitasi, Demi mengakui
bahwa ia masih berusaha keras untuk sembuh dari bulimia dan depresi yang
dialaminya.
Sumber Buku:
·
David H. Barlow, V Mark Durrand: Abnormal
Psychology an integrative Approach. Sixth edition
·
Gerald C. Davidson, John m. Neale, Ann M. King:
Abnormal Psychology. Ninth edition
·
Jeffrey S. Nevid, Spencer A. Rathus, Beverly
Greene: Abnormal Psychology in a Changing world fifth edition New Jersey
Prentice-Hall 1997
·
Ricahard P Halgin, Susan Krauss Whitbourne. 2010
: Abnormal Psychology Clinical Perspectives on Psychology disorders. Mc Graw
Hill
Sumber
kasus : http://kesehatan.kompasiana.com/kejiwaan/2011/10/25/akibat-bullying-di-sekolah-kisah-demi-lovato-bulimia
Nama : Novia Nurfitriana
NPM : 10050009140
Kelas : C
Tidak ada komentar:
Posting Komentar