Kriteria gangguan Konversi menurut DSM IV TR:
a. Paling tidak terdapat satu simtom atau
deficit yang melibatkan fungsi motoriknya volunter atau fungsi sensoris yang
menunjukkan adanya gangguan fisik
b. Faktor psikologis dinilai berhubungan
dengan gangguan tersebut karena onset atau kambuhnya simtom fisik terkait
dengan munculnya stresor psikososial atau situasi konflik.
c. Simptom tidak terjadi dengan disengaja
dan tidak dapat dijelaskan secara medis.
Dalam
gangguan conversi, simptom-simptom sensori atau motorik, seperti kehilangan
penglihatan mendadak atau kelumpuhan, mengindikasikan suatu penyakit yang
terkait dengan kerusakan neurologis atau sejenisnya, walaupun organ-organ tubuh
dan sistem saraf dalam kondisi baik. Individu dapat mengalami kelumpuhan
separuh atau seluruhnya pada lengan atau kaki; kejang dan gangguan koordinasi;
kulit serasa tertusuk, perih, atau menggeletar; insensitivitas terhadap rasa
sakit; hilang atau lemahnya pengindraan, yang disebut anesthesia,
walaupun secara fisiologis mereka normal. Penglihatan dapat mengalami kerusakan
parah; orang yang bersangkutan dapat separuh atau seluruhnya buta (tunnel
vision), dimana bidang penglihatan menjadi terbatas seperti bila seseorang
melalui lobang pipa. Aphonia, hilangnya suara dan hanya bisa berbicara
dengan berbisik, dan anosmia, hilang atau melemahnya indera penciuma,
atau simtom-simtom konversi lain.
B. Perspektif
Biopsikososiokultural
1. Biologis
Meskipun
faktor genetic diperkirakan menjadi faktor penting dalam perkembangan
conversion disorder, penelitian tidak mendukung hal ini. Sementara itu,
dalam beberapa penelitian, gejala conversion lebih sering muncul pada bagian
kiri tubuh dibandingkan dengan bagian kanan (Binzer et al.,dalam Davidson,
Neale, Kring, 2004). Hal ini merupakan penemuan menarik karena fungsi bagian
kiri tubuh dikontrol oleh hemisfer kanan otak. Hemisfer kanan otak juga
diperkirakan lebih berperan dibandingkan hemisfer kiri berkaitan dengan emosi
negatif. Akan tetapi, berdasarkan penelitian yang lebih besar diketahui bahwa
tidak ada perbedaan yang dapat diobservasi dari frekuensi gejala pada bagian
kanan versus bagian kiri otak (Roelofs et al., dalam Davidson, Neale, Kring,
2004). Jadi, tidak ada faktor biologis yang mendasari conversion disorder.
2. Psikologis
Simptom muncul akibat
faktor stress pada suatu hal. Perspektif psikologis ini dilihat dari dua teori,
yakni teori psikoanalisa dan teori behavioral.
1) Teori
psikoanalisa
Freud mengemukakan bahwa terdapat empat
proses dasar dalam pembentukan gangguan konveksi :
a. Individu
mengalami peristiwa traumatik, hal ini oleh Freud dianggap awal munculnya
beberapa konflik yang tidak diterima dan disadari.
b. Konflik
dan kecemasan yang dihasilkan tidak dapat diterima oleh ego, terjadi proses
represi (membuat hal ini tidak disadari).
c. Kecemasan
semakin meningkat dan mengancam untuk muncul ke kesadaran, sehingga orang
tersebut dengan cara tertentu “mengkonversikannya” ke dalam simtom fisik. Hal
ini mengurangi tekanan bahwa ia harus mengatasi langsung konfliknya disebut
primary gain (peristiwa yang dianggap memberi imbalan primer dan mempertahankan
simptom konversi).
d. Individu memperoleh
perhatian dan simpati yang besar dari orang-orang di sekitarnya dan mungkin
juga dapat melarikan diri atau menghindar dari tugas atau situasi tertentu
terdapat pula secondary gain.
Menurut teori Psikodinamika , simtom histerikal
memiliki fungsi yaitu memberikan orang tersebut keuntungan primer dan sekunder,
yaitu
Primer yaitu hilangnya kecemasan yang mendasar yang diperoleh
dari berkembangnya simtom-simtom neurotic. Sedangkan sekunder yaitu
keuntungan sampingan yang dihubungkan dengan gangguan neurotis atau lainnya,
seperti ekspresi simpati, perhatian yang meningkat, dan terbebas dari
tanggungjawab.
2)
Teori
Behavioral
Teori psikodinamika dan teori behavioral bahwa
simtom-simtom dalam gangguan konversi dapat mengatasi kecemasan. Teoritikus
psikodinamika mencari penyebab kecemasan dalam konflik-konflik yang tidak
disadari. Behavioral berfokus pada hal-hal yang secara langsung menguatkan
simtom dan peran sekundernya dalam membantu individu menghindari atau melarikan
diri dari situasi yang tidak nyaman atau membangkitkan kecemasan. Perbedaan
dalam pengalaman behavioral dapat menjelaskan bahwa “mengapa secara histories
gangguan konversi lebih sering dilaporkan oleh wanita daripada pria.
Pandangan behavioral
yang dikemukakan Ullman&Krasner (dalam Davidson, Neale, Kring, 2004),
menyebutkan bahwa gangguan konversi mirip dengan malingering, dimana individu
mengadopsi simptom untuk mencapai suatu tujuan. Menurut pandangan mereka,
individu dengan conversion disorder berusaha untuk berperilaku sesuai dengan
pandangan mereka mengenai bagaimana seseorang dengan penyakit yang mempengaruhi
kemampuan motorik atau sensorik, akan bereaksi.
3) Teori Kognitif
Penjelasan kognitif lain berfungsi pada peran dari
pikiran yang terdistorsi.
3. Sosiokultural
Salah
satu bukti bahwa faktor social dan budaya berperan dalam conversion disorder
ditunjukkan dari semakin berkurangnya gangguan ini dalam beberapa abad
terakhir. Beberapa hipotesis yang menjelaskan bahwa gangguan ini mulai
berkurang adalah misalnya terapis yang ahli dalam bidang psikoanalisis
menyebutkan bahwa dalam paruh kedua abad 19, ketika tingkat kemunculan
conversion disorder tinggi di Perancis dan Austria, perilaku seksual yang di
repress dapat berkontribusi pada meningktnya prevalensi gangguan ini.
Berkurangnya gangguan ini dapat disebabkan oleh semakin luwesnya norma seksual
dan semakin berkembangnya ilmu psikologi dan kedokteran pada abad ke 20, yang
lebih toleran terhadap kecemasan akibat disfungsi yang tidak berkaitan dengan
hal fisiologis daripada sebelumnya.
Selain
itu peran faktor sosial dan budaya juga menunjukkan bahwa conversion disorder
lebih sering dialami oleh mereka yang berada di daerah pedesaan atau berada
pada tingkat sosioekonomi yang rendah (Binzer et al.,1996;Folks,
Ford&Regan, 1984 dalam Davidson, Neale, Kring, 2004). Mereka mengalami hal
ini dikarenakan oleh kurangnya pengetahuan mengenai konsep medis dan
psikologis. Sementara itu, diagnosis mengenai hysteria berkurang pada
masyarakat industrialis, seperti Inggris, dan lebih umum pada negara yang belum
berkembang, seperti Libya (Pu et al., dalam Davidson, Neale, Kring, 2004 ).
C. Prevensi
Prevensi yang digunakan untuk penderita conversion
disorder adalah prevensi sekunder, yang diambil dari berbagai perspektif:
1. Pendekatan behavioral untuk menangani gangguan
konversi dan somtoform lainnya menekankan pada menghilangkan sumber dari reinforcementsekunder
(keuntungan sekunder) yang dapat dihubungkan dalam keluhan-keluhan fisik.
Terapis behavioral dapat bekerja secara lebih langsung dengan
si penderita gangguan somatoform, membantu orang tersebut belajar dalam
menangani stress atau kecemasan dengan cara yang lebih adaptif. Dalam terapi
behavioral, intervensi yang dapat diberikan adalah dengan metode systematic
desensitization dan vivo exposure
therapy.
2. Teknik kognitif-behavioral paling sering
pemaparan terhadap pencegahan respon dan restrukturisasi kognitif. Secara
sengaja memunculkan kerusakan yang dipersepsikan di depan umum, dan bukan
menutupinya melalui penggunaan rias wajah dan pakaian. Dalam restrukturisasi
kognitif, terapis menantang keyakinan klien yang terdistorsi mengenai
penampilan fisiknya dan cara meyemangati mereka untuk mengevaluasi keyakinan mereka
dengan bukti yang jelas. Dalam hal ini, CBT (Cognitive Behavior Therapy) dapat
digunakan.
3. Teknik Psikoanalisa:
•Teknik hipnosis (pernah diterapkan oleh dr. Joseph Breuer)
•Teknik asosiasi bebas (dikembangkan oleh Sigmund Freud)
•Teknik asosiasi bebas (dikembangkan oleh Sigmund Freud)
4. Farmakoterapi. Meskipun tidak ada unsur biologisnya, penggunaan
antidepresan, terutamafluoxetine(Prozac) dalam menangani beberapa tipe
gangguan somatoform dapat digunakan.
D.
Contoh Kasus
1. Kasus Anna O
Anna O. adalah nama samaran untuk Bertha
Pappenheim, seorang pasien yahudi yang menjadi subyek penelitian Sigmund Freud
bersama Josef Breuer selama 2 tahun lamanya, antara tahun 1880-1882. Seperti
yang telah dijelaskan diatas, Anna O mengalami conversion disorder, sebuah
gangguan psikis yang terkonversi menjadi wujud penyakit fisik, dengan simptom
utama epilepsi dan kelumpuhan parsial pada salah satu lengannya.
Anna O dibawa ke Breur dan Freud setelah dokter
anatomi gagal mendiagnosa penyakit Anna, lantaran secara jasmaniah Anna memang
tidak memiliki gangguan biologis apapun. Selama 2 tahun lamanya Freud dan
Breuer melakukan penelitian kejiwaan dan mencoba untuk ’masuk’ kedalam fikiran
Anna melalui metode apa yang saat itu mereka sebut dengan istilah ‘the talking
cure’ (cikal bakal psikoanalisis). Semua proses tesebut direkam ke dalam sebuah
catatan yang kemudian diterbitkan menjadi buku dengan judul ’Studies on
Hysteria’.
Anna adalah anak ketiga dari empat bersaudara.
Kakaknya bernama Henriette (meninggal umur 18tahun) dan Flora (meninggal umur
2tahun), adiknya bernama Wilheilm. Sepeninggalan kakak2nya, Anna menjadi
sangat2 dekat dengan ayahnya hingga akhirnya beberapa tahun kemudian ayahnya
pun turut meninggal dunia meninggalkannya bertiga bersama ibu dan adiknya. Anna
tidak pernah dekat dengan ibunya karena (menurut alam bawah sadar Anna) ibunya
terlalu sibuk mengurusi Wilhem. Dan selama menjalani proses talking cure, Freud
dan Breuer akhirnya menemukan titik cerah ketika dalam kondisi setengah sadar
(states of abscence) Anna bercerita bagaimana sebenarnya sebelum meninggal
dunia, Anna sempat bertemu dengan ayahnya, dan bagaimana sebenarnya ayah Anna
meninggal di dalam dekapan lengannya. Anna mengalami proses guilt yang amat
berat hingga lengannya itupun menjadi lumpuh. Pada tahun 1882 kelumpuhan tangan
Anna dapat disembuhkan setelah the talking cure berhasil me-rekonsiliasi-kan
rasa guiltnya.
2. Contoh film Home of the brave
Film yang dibuat oleh Irwin Winkler
ini menceritakan tentang prajurit Amerika yang bertugas di Irak yang mengalami
depresi berat setelah kembali dari perang. Seorang prajurit wanita harus rela
kehilangan sebelah pergelangan tangannya. selama ini dia dikenal sebagai
seorang atlit bola basket di kampusnya sebelum masuk menjadi tentara amerika
yang dikirim untuk bertugas di Irak. Dengan tangannya yang sebelah ia kesusahan
untuk menjalani sisa hidupnya.
Seorang lagi prajurit kulit hitam
yang depresi karena tidak sengaja menembak seorang wanita di Irak. Kembali dari
perang ia mengalami masalah dengan pacarnya yang membuat ia terpaksa
menyanderanya tempat ia bekerja dan akhirnya harus mati ditembak oleh polisi yang bertugas.
Seorang lagi memilih untuk kembali
lagi ke Irak setelah melihat bahwa tidak ada sesuatu yang bisa dibuatnya. sebelumnya
dia mencoba untuk menjadi penjaga tiket di sebuah bioskop tapi itu tidak
bertahan lama.
Ada lagi seorang dokter yang yang
bermasalah dengan keluarganya setelah kembali dari perang. ia dan menjadi
seorang pemabuk menghadapi semua itu.
Sebagian besar prajurit Amerika
yang bertugas di Irak mengalami depresi yang berat. namun, sayang pemerintahnya
terus mengirimkan pemuda-pemuda nya untuk bertarung nyawa demi memperturutkan
hawa nafsu pemimpin negeri itu.
Film The Secret of Dr.Kildare
Dr. Gillespie's cancer has gotten
worse, and to force him to take a rest instead of pursuing a
sulfa-drug/pneumonia study, Kildare refuses to assist Gillespie, and instead
accepts a case of hysterical blindness. She's also the daughter of a
millionaire who could help the hospital. Written by Kathy Li
Dr. Leonard Gillespie is approached
by the very rich man, Paul Messenger, who is worried about his daughter Nancy's
mood swings. Dr. Kildare meets the girl, without her knowing that he is a
doctor, to see what he can find out. Nancy suffers from severe headaches and
occasional hysterical blindness. With Gillespie's guidance, Kildare realizes
it's all in her mind. Gillespie meanwhile is clearly not well. He's working too
hard and is getting too little sleep leading him to faint in his consulting
room. Kildare's parents unexpectedly come to New York City, ostensibly for a
visit, but the young doctor doesn't realize his father is ill and seeing a
specialist. Written by garykmcd
Daftar Pustaka
Davison, Gerald. C & Neale,
John.M. 2001. Abnormal Psychology 8th
edition. New York: John Wiley & Son
Carson, C. Robert;Butcher, James N.
1992.Abnormal Psychology and Modern Life.9th
edition.Harper-Collin Publisher Inc.New York.
Coleman, James C.1978.Abnormal Psychology and Modern Life.5th
edition.D.B.Taraporevala 1st edition,Private Ltd. Bombay.
Nama: Tia Inayatillah
NPM: 10050009119
Tugas Psikologi Abnormal
Tidak ada komentar:
Posting Komentar