Rabu, 11 Januari 2012

Incest


A.    Definisi dan Teori
Hubungan seksual antar kerabat dekat yang dilarang untuk menikah. Hal ini paling sering terjadi antara saudara kandung laki-laki dan perempuan. Bentuk paling umum berikutnya yang dianggap patologis adalah antara ayah dan anak kandung perempuannya.
Kenyataan bahwa ‘incest’ merupakan hal yang tabu tampaknya disetuji hampir secara universal oleh masyarakat manusia. Dengan pengecualian yang patut dicatat adalah perkawinan para faraoh mesir dengan saudara perempuannya atau permepuan lain dalam keluarga dekatnya. Di mesir diyakini bahwa garis keturunan keluarga kerajaan tidak boleh terkontaminasi dengan keturunan di luar itu. ketabuan incest merupakan hal yang masuk akal menurut ilmu pengetahuan ilmiah masa kini. Anak yang lahir dari hubungan antara ayah dan anak perempuannya atau saudara kandung laki-laki dengan perempuan memiliki probabilitas yang lebih besar untuk mewarisi sepasang gen resesufm masing-masing dari satu orangtuanya. Sebagian besar gen resesif memiliki berbagai efek biologis negatif, misalnya cacat lahir parah. Dengan demikina, ketabuan incest memiliki makna evolusioner adaptif.
Orang tua dalam keluarga semacam itu juga cenderung mengabaikan dan menjaga jarak secara emosional dengan anak-anak mereka. Lebih jauh lagu, diyakini bahwa incest lebih banyak terjadi jika ibu tidak ada atau cacat, karena ibu biasanya melindungi anak-anak perempuannya dari penganiyaan seksual yang dilakukan anggota keluarga.
Incest dicantumkan dalam DSM-IV-TR sebagai subtype pedofilia. Terdapat dua perbedaan antara incest dan pedofilia. Pertama, incest sendiri berdasarkan definisinya dilakukan anggota keluarga. Kedua, koban incest biasanya lebih tua dari korban pedofil. Lebih sering kasusnya adalah si ayah mulai tertarik kepada anak perempuannya ketika si anak mulai mengalami kematangan fisik, sedangkan pedofilia biasanya terjadi pada anak-anak jelas karena anak tersebut belum mencapai kematangan seksual.
B.     Pencegahan
          Tujuannya adalah mengurangi insiden, prevalensi dan keparahan sebuah masalah tertentu. Pencegahannya adalah seperti mengajari anak-anak untuk mengenali perilaku orang dewasa yang tidak pantas, menolak bujukan, segera menjauh dari situasi tersebut dan melaporkan incident tersebut kepada orang dewasa yang tepat. Anak-anak diajari untuk mengatakan ‘tidak’ secara tegasdan asertif apabila ada orang dewasa yang berbicara kepada mereka atau menyentuk mereka dengan cara yang membuat mereka merasa tidak nyaman. Para penyuluh dapat menggunakan buku-buku komik., film, dan gambarantentang situasi berisiko dalam upaya mengajarkan tentang karakteristik penganiayaan seksual dan bagaimana cara anak-anak melindungi diri mereka sendiri.
          Intevensi untuk orang dewasa: titik beratnya adalah pada pemaparan terhadap ingtan atas trauma tersebut melalui diskusi atmosfer terapeutik yang aman dan suportif. Mempelajari bahwa seksualitas manusia yang sehat tidak dapat menjadi bagian yang memeperkuat kepribadian individu seiring berkembangnya kematangan pribadinya. Hambatan dalam kontak fisik dapat ditangani dalam lingkungan terapi kelompok dengan cata memegan tangan dan mengusap punggung secara terstruktur dan nonseksual. Seperti halnya pada perkosaan, penting untuk membuang rasa bersalah atas apa yang terjadi, mengubah atribusi tanggung jawab individu dari konsep diri “tingkah laku saya buruk” ke “tingkah laku (pelaku) buruk”. Intervensi bervariasi tegantung pada usia korban — remaja berusia 14 tahun tidak memerlukan boneka untuk mengingat apa yang terjadi, dan anak berusia 3 tahun jelas tidak cicik untuk terapi kelompok.
C.    Ciri-ciri
  Incest sebenarnya dapat merupakan tanda atau gejala dari adanya suatu masalah dalam kehidupan rumah tangga, misalnya, si istri sakit, bisa juga karena adanya dorongan seksual yang meletus (dorongan impulsif), yakni dorongan yang sangat kuat dan tak tertahankan lagi sehingga daya akal budi si pelaku menjadi gelap.
Faktor-faktor
v  Internal:
·         Kepribadian kedua pelaku yang cenderung kurang dewasa.
·          Rasa kesepian, dan rendah diri pelaku wanita.
·         Penampilan fisik, dan ketertarikan di antara kedua pelaku.
·         Perasaan, dan kedekatan yang tidak wajar di antara kedua pelaku.
·          Kurang baiknya latar-belakang agama kedua pelaku.
·         pelaku wanita kurang paham tentang seks yang adekuat. g) Rangsangan pelaku pria, dan  keinginan pelaku wanita untuk ber-eksplorasi mengenai hubungan intim
v  eksternal:
·         Pemisahan sejak kecil, dan pertemuan setelah dewasa antara kedua pelaku.
·         Kedua pelaku tidur berdua, dalam ranjang, dan kamar yang sama.
·         Kurangnya pengawasan ibu kandung terhadap kedua pelaku.
·          Pelaku pria suka minum minuman keras, dan menonton VCD porno.
·         Kurang baiknya latar-belakang agama orang-orang yang pernah mengasuh kedua pelaku.
·         Taraf ekonomi keluarga inti pelaku yang cenderung rendah.
D.    Etiologi
·         Perspektif Behavioral dan Kognitif
Terjadi karena pengkondisian klasik yang secara tidak sengaja menghubungkan gairah seksual dengan sekelompok stimuli yang oleh masyarakat dianggap sebagai stimuli yang tidak tepat. Incest terjadi bila sejumlah faktor terdapat dalam diri individu. Berdasarkan perspektif pengondisian operant, banyak parafilia yang dianggap diakibatkan oleh keterampilan sosial yang tidak memadai atau penguatan oleh orang tua atau kerabat terhadap ketidakwajaran perilaku.
·         Perspektif biologis
Berkaitan dengan perbedaan dalam otak, suatu disfungsi pada lobus temprolis dapat memiliku relevansi dengan sejumlah kecil kasus. Jika faktor biologis berperan penting, kemungkinan besar hal itu hanya merupakan salah satu faktor dari rangkaian penyebab yang kompleks yang mencakup pengalaman sebagai salah satu faktor utama jika bukan satu-satunya faktor utama.
E.     Terapi
·         Terapi Psikoanalisis
Sebuah pandangan psikoanalisis tentang incest yang banyak dianut adalah gangguan itu timbul karena adanya gangguan karakter, yang dahulu disebut gangguan kepirbadian, sehingga sangat sulit untuk ditangani dengan keberhasilan yang cukup memadai. Perspektif ini mungkin juga dianut oleh pengadilan dan masyarakat. Umum. Meskipun pandangan psikoanalisis terhadap terapi yang efektif bagi gangguan ini.
·         Terapi behavioral
Menggunakan psikologi eksperimental untuk memperoleh berbagai cara untuk mengurangi ketertarikan, para peneliti memilih terapi ‘aversi’. Dengan demikian, para fetsis boot akan diberi kejut listrik ( di kaki atau di tangan ) atau emetic ( obat yang menimbulkan rasa mual ) bila menatap sebuat boot. Suatu variasi yang didasarkan pada pencitraan adalah sensitisasi tertutup, dimana orang yang bersangkutan membayangkan situasi yang menimbulkan gairah namun tidak tepat dan juga membayangkan bahwa ia merasa mual atau malu karena memiliki perasaan atau bertindak demikian. Meskipun terapi aversi tidak dapat sepenuhnya menghilangkan ketertarikan tersebut, dalam beberapa kasus terapi ini membuat pasien cukup dapat mengendalikan perilaku terbukanya. Metode lain disebut pemuasan; pasien melakukan masturbasi dalam waktu lama, umumnya setalah ejakulasi, seraya meneriakkan fantasinya mengenai aktivitasnya yang menyimpang. Diyakini bahwa terapi aversi dan pemuasan, terutama bila dikombinasikan dengan tipe intervensi psikologi lain, seperti pelatihan. Dapa bermanfaat bagi parafilia. Berorientasi organik digunakan untuk membantu pasien belajar untuk lebih terangsang oleh stimuli seksual yang wajar. Dalam prosedur ini pasien (sebagian besar laki-laki) dihadapkan pada stimulus merangsang yang normal, seperti foto perempuan ketika mereka sedang memberikan respons seksual terhadap stimulus lain yang tidak dikehendaki. Dalam demonstrasi klinis teknik ini untuk pertama kalinya, menginstruksikan kepada seorang laki-laki muda yang memiliki masalah fantasi sadistic untuk melakukan masturbasi di rumah dengan cara berprilaku. Pelatihan keterampilan sosial sering digunakan karena banyak individu yang mengidap parafilia kurang memiliki keterampilan sosial. Teknik lain, penyelesaian behavioural alternatif, merupakan teknik dimana pasien membayangkan aktivitas yang menyimpang namun mengubah bagian akhirnya.


·         Penanganan kognitif
Prosedur kognitif sering kali digunakan untuk mengatasi distorsi pikiran pada individu yang mengidap parafili (incset). Terapi yang diberikan menggunakan pendekatan ‘master dan johnson’ sebagi mode, dengan asumsi bahwa beberapa parafilia (incest) terjadi atau tetap dilakukan karena hubungan seksual yang tidak memuaskan dengan orang dewasa yang menjadi pasangan si pengidap. Secara keseluruhan, baik program-program yang dilakukan di dalam atau di luar institusi yang menggunakan model kognitif-perilaku untuk para penjahat seksual mengurangi residivisme lebih dari yang dapat diharapkan bila tidak diberikan terapi sama sekali.
·         Pengangan biologis
Kastrasi atau pemotongan tesis, sangat banyak dilakukan di eropa barat dua generalisasi lalu, yang tampak cukup efektif dalam mengurangi insiden oerilaku parafilik. Berbagai upaya biologi untuk mengendalikan perilaku parafilik yang melanggar hukum dan secara sosial tidak diterima baru-baru ini mencakup penggunaan obat-obatan. Salah satunya adalah medroksiprogesteron asetat, yang menurunkan kadar testosterone pada laki-laki. Dengan mengurangi frekuensi ereksi dan ejakulasi, penggunaan obat ini diasumsikan menghambat gairah seksual (baik karena stimuli yang wajar atau tidak wajar) dan mengurangi perilaku yang tidak dikehendaki. Sipteron asetat, yang juga mengurangi kadar testosterone, juga digunakan untuk menghasilkan efek yang sama.
·         Hukum megan
Trend yang lebih maju tercermin dalam beberapa hukum yang diberlakukan baru-baru ini yang mengizinkan pihak kepolisian mempublikasikan keberadaan penjahat seks yang terdaftar dikepolisian jika meraka dianggap berpotensi membahayakan. Hukum ini juga mengizinkan masyarakat untuk menggunakan computer kepolisian untuk mengetahui apakah individu semacam itu tinggal di lingkungan tempat tinggal mereka. Penelusuran keberadaan para penjahat difasilitasi oleh jaringan computer nasional yang diciptakan oleh presiden Clinton pada bulan agustus 1996 yang memungkinkan pihak kepolisian memantau para penjahat.
F.      Metode untuk meningkatkan motivasi untuk menjalani terapi
·         Terapis dapat berempati terhadap keengganan si pelaku untuk mengakui bahwa ia seorang penjahat sehingga mengurangi defensivitas dan kekerasan.
·         Terapis dapat menunjukkan kepada si pelaku berbagai penanganan yang dapat membantunya mengendalikan perilakunya secara lebih baik dan menekankan konsekuensi negatif yang timbul karena menolak menjalani penanganan (dipindahkan ke lokasi penjara yang lebih tidak menyenangkan) dan jika melakukan lagi tindakan tersebut (hukuman yang lebih berat).
·         Setelah menjabarkan manfaat penanganan yang mungkin diperoleh, terapis dapat menerpakan intervensi paradoksikal dengan menunjukkan keraguan bahwa si pelau termotivasi untuk menjalani atau melanjutkan penanganan sehingga menantang si pelaku untuk membuktikan bahwa keraguan terapis, yang semula ditentangnya, tidak berdasar.
·         Terapis dapat menjelaskan bahwa akan dilakukan pengukuran psikofisiologis terhadap gairah seksual si pasien, yang dapat mengungkap kecendrungan seksual pasien tanpa ia harus membuat pengakuan tentang hal itu.

G.    Kasus
I.       atrick Stuebing dan Susan Karolewski
            Patrick dan Susan adalah kakak beradik yang sejak kecil hidup berpisah. Patrik diadopsi keluarga lain saat masih bayi, sedang adiknya Susan tetap bersama ibu mereka. Kisah ini berawal dari langkah Patrick yang tinggal di Postdam berusaha menemukan jejak keluarganya. Patrick ketika itu berusia 23 tahun, dia bekerja sebagai tukang kunci.
Penelusuran Patrick membawanya ke Leipzig, kota tempat ibu dan adiknya Susan, 16 tahun, tinggal. Mungkin karena sejak bayi berpisah dengan ibu dan adiknya, baru, setelah 23 tahun bertemu, mengubah cara pandang Patrick. Keluarga yang tercerai berai inipun akhirnya berjumpa dalam suasana mengharukan pada tahun 2000. Cinta pada pandangan pertama, begitu kata mereka. Patrick dan Susan menghabiskan semalam suntuk untuk saling mengenal, saat itulah timbul benih-benih cinta di hati mereka. Tapi mereka menyembunyikan hal itu karena adanya ibu mereka. Barulah setelah ibu mereka meninggal, kedunya baru berani terang-terangan. Akhirnya mereka memutuskan hidup bersama sebagai suami istri. Dari hubungan terlarang ini lahir empat anak (dua di antaranya menderita cacat). Namun ketika kasus mereka bergulir di pengadilan, dan Negara memutuskan mereka salah, ketiga anak mereka diambil oleh Negara. Ketiganya kemudian diadopsi oleh keluarga lain. Hanya satu anak diperbolehkan hidup bersama pasangan ini karena ia masih sangat kecil. dua dari empat anaknya lahir cacat. Anak pertamanya Erick, menderita epilepsy juga lambat dalam belajar, sedang anak keduanya, Sarah adalah penyandang kebutuhan khusus (cacat).
II. Seorang anak berusia 21 tahun
          seorang anak berusia 21 tahun dari sepuluh bersaudara, merasa bingung atas orangtua untuk menikah karena sejak ia berumur 13 tahun telah melakukan incest dengan kakak laki-lakinya yang berusia tiga tahun lebih tua daripadanya, di luar sepengetahuan orang tua. Menurut kaka laki-lakinya, ia mulai tertarik pada adiknya sejak ia berusia 14 tahun. Pada saat itu, ia melihat adiknya tertidur dengan pakaian tersingkup. Timbullah birahinya, sehingga ia mulai menggerayangi adiknya.
     Perilaku ini telah berulang kali dilakukan terhadap adiknya, tanpa setahu adiknya karena dilakukan jika si adik sudah tertidur lelap sekali. Ketika adiknya berumur 15 tahun, ia sempat terbangun, bahkan memberikan respon yang menyenangkan sehingga terjadilah koitus sempurna. Untungnya, hingga saat ini tidak pernah terjadi kehamilan.
     Persoalan bagia adiknya saat ini adalah bahwa ia tidka berani mencoba berpacaran dengan teman prianya karena merasa tidak suci lagi. Di pihak lain, orangtua sangat menuntut agar ia memilih salah satu pria yang mendekatinya dan segera melangsungkan pernikahan, untuk menceritakan keadaannya secara terus terang kepada orangtuanya ia tidak berani. Sementara itu, incest dengan kakaknya masih dilakukan dan ia merasakan kenikmatan, bahkan apabila kakanya lama tidak mendekati, ia merasa membutuhkan reaksi incest tersebut.
     Sebetulnya incest pubertas merupakan variasi yang normal dalam perkembangan heteroseksual, tetapi apabila perilaku incest ini berlarut-larut dan melampaui fase perkembangan maka kejadian ini erat kaitannya dengan perkembangan psikopatologi yang cukup serius.
     Anak perempuan pada tersebut ternyata memiliki kepribadian yang neorotik dan depresif. Sedangkan kakaknya memiliki kecendrungan kepribadian antisocial. Ia juga adalah seorang pecandu ganja dan obat-obatan dengan tingkah laku yang sangat impulsif.
     Incest antara ibu dan anak laki-laki relative terjadi, mengingat sanksi sosial dan budaya terhadap incest ibu dan anak laki-laki tempat lebih berat. Selain itu, tindakan tersebut pada umumnya dilarang oleh setiap lingkungan budaya.
Sumber:
·         Abnormal Psychology—ninth edition (Gerald C. Davidson , John M. Neale , Ann M. Kring)
·         Kasus Gangguan Psikoseksual (Dr. Sawitri Supardi Sudarjoen,Psi)
      

 Nama : zata amani
Npm : 10050009121


Tidak ada komentar:

Posting Komentar