A. Definisi
dan Teori
Hubungan seksual antar kerabat dekat yang dilarang
untuk menikah. Hal ini paling sering terjadi antara saudara kandung laki-laki
dan perempuan. Bentuk paling umum berikutnya yang dianggap patologis adalah
antara ayah dan anak kandung perempuannya.
Kenyataan bahwa ‘incest’ merupakan hal yang tabu
tampaknya disetuji hampir secara universal oleh masyarakat manusia. Dengan
pengecualian yang patut dicatat adalah perkawinan para faraoh mesir dengan
saudara perempuannya atau permepuan lain dalam keluarga dekatnya. Di mesir
diyakini bahwa garis keturunan keluarga kerajaan tidak boleh terkontaminasi
dengan keturunan di luar itu. ketabuan incest merupakan hal yang masuk akal
menurut ilmu pengetahuan ilmiah masa kini. Anak yang lahir dari hubungan antara
ayah dan anak perempuannya atau saudara kandung laki-laki dengan perempuan
memiliki probabilitas yang lebih besar untuk mewarisi sepasang gen resesufm
masing-masing dari satu orangtuanya. Sebagian besar gen resesif memiliki
berbagai efek biologis negatif, misalnya cacat lahir parah. Dengan demikina,
ketabuan incest memiliki makna evolusioner adaptif.
Orang tua dalam keluarga semacam itu juga cenderung
mengabaikan dan menjaga jarak secara emosional dengan anak-anak mereka. Lebih
jauh lagu, diyakini bahwa incest lebih banyak terjadi jika ibu tidak ada atau
cacat, karena ibu biasanya melindungi anak-anak perempuannya dari penganiyaan
seksual yang dilakukan anggota keluarga.
Incest dicantumkan dalam DSM-IV-TR sebagai subtype
pedofilia. Terdapat dua perbedaan antara incest dan pedofilia. Pertama, incest
sendiri berdasarkan definisinya dilakukan anggota keluarga. Kedua, koban incest
biasanya lebih tua dari korban pedofil. Lebih sering kasusnya adalah si ayah
mulai tertarik kepada anak perempuannya ketika si anak mulai mengalami
kematangan fisik, sedangkan pedofilia biasanya terjadi pada anak-anak jelas
karena anak tersebut belum mencapai kematangan seksual.
B.
Pencegahan
Tujuannya
adalah mengurangi insiden, prevalensi dan keparahan sebuah masalah tertentu.
Pencegahannya adalah seperti mengajari anak-anak untuk mengenali perilaku orang
dewasa yang tidak pantas, menolak bujukan, segera menjauh dari situasi tersebut
dan melaporkan incident tersebut kepada orang dewasa yang tepat. Anak-anak
diajari untuk mengatakan ‘tidak’ secara tegasdan asertif apabila ada orang
dewasa yang berbicara kepada mereka atau menyentuk mereka dengan cara yang
membuat mereka merasa tidak nyaman. Para penyuluh dapat menggunakan buku-buku
komik., film, dan gambarantentang situasi berisiko dalam upaya mengajarkan
tentang karakteristik penganiayaan seksual dan bagaimana cara anak-anak
melindungi diri mereka sendiri.
Intevensi
untuk orang dewasa: titik beratnya adalah pada pemaparan terhadap ingtan atas
trauma tersebut melalui diskusi atmosfer terapeutik yang aman dan suportif.
Mempelajari bahwa seksualitas manusia yang sehat tidak dapat menjadi bagian
yang memeperkuat kepribadian individu seiring berkembangnya kematangan
pribadinya. Hambatan dalam kontak fisik dapat ditangani dalam lingkungan terapi
kelompok dengan cata memegan tangan dan mengusap punggung secara terstruktur
dan nonseksual. Seperti halnya pada perkosaan, penting untuk membuang rasa
bersalah atas apa yang terjadi, mengubah atribusi tanggung jawab individu dari
konsep diri “tingkah laku saya buruk” ke “tingkah laku (pelaku) buruk”.
Intervensi bervariasi tegantung pada usia korban — remaja berusia 14 tahun
tidak memerlukan boneka untuk mengingat apa yang terjadi, dan anak berusia 3
tahun jelas tidak cicik untuk terapi kelompok.
C.
Ciri-ciri
Incest
sebenarnya dapat merupakan tanda atau gejala dari adanya suatu masalah dalam
kehidupan rumah tangga, misalnya, si istri sakit, bisa juga karena adanya dorongan seksual
yang meletus (dorongan impulsif),
yakni dorongan yang sangat kuat dan tak tertahankan lagi sehingga daya akal
budi si pelaku menjadi gelap.
Faktor-faktor
v Internal:
·
Kepribadian kedua
pelaku yang cenderung kurang dewasa.
·
Rasa kesepian, dan rendah diri pelaku wanita.
·
Penampilan fisik, dan
ketertarikan di antara kedua pelaku.
·
Perasaan, dan kedekatan
yang tidak wajar di antara kedua pelaku.
·
Kurang baiknya latar-belakang agama kedua
pelaku.
·
pelaku
wanita kurang paham tentang seks yang adekuat. g) Rangsangan pelaku pria, dan keinginan
pelaku wanita untuk ber-eksplorasi mengenai hubungan intim
v eksternal:
·
Pemisahan sejak kecil,
dan pertemuan setelah dewasa antara kedua pelaku.
·
Kedua pelaku tidur
berdua, dalam ranjang, dan kamar yang sama.
·
Kurangnya pengawasan
ibu kandung terhadap kedua pelaku.
·
Pelaku pria suka minum minuman keras, dan
menonton VCD porno.
·
Kurang baiknya
latar-belakang agama orang-orang yang pernah mengasuh kedua pelaku.
·
Taraf ekonomi keluarga
inti pelaku yang cenderung rendah.
D.
Etiologi
·
Perspektif Behavioral
dan Kognitif
Terjadi karena pengkondisian klasik yang secara tidak
sengaja menghubungkan gairah seksual dengan sekelompok stimuli yang oleh
masyarakat dianggap sebagai stimuli yang tidak tepat. Incest terjadi bila
sejumlah faktor terdapat dalam diri individu. Berdasarkan perspektif
pengondisian operant, banyak parafilia yang dianggap diakibatkan oleh
keterampilan sosial yang tidak memadai atau penguatan oleh orang tua atau
kerabat terhadap ketidakwajaran perilaku.
·
Perspektif
biologis
Berkaitan dengan perbedaan dalam otak, suatu disfungsi
pada lobus temprolis dapat memiliku relevansi dengan sejumlah kecil kasus. Jika
faktor biologis berperan penting, kemungkinan besar hal itu hanya merupakan
salah satu faktor dari rangkaian penyebab yang kompleks yang mencakup
pengalaman sebagai salah satu faktor utama jika bukan satu-satunya faktor
utama.
E.
Terapi
·
Terapi Psikoanalisis
Sebuah pandangan psikoanalisis tentang incest yang
banyak dianut adalah gangguan itu timbul karena adanya gangguan karakter, yang
dahulu disebut gangguan kepirbadian, sehingga sangat sulit untuk ditangani
dengan keberhasilan yang cukup memadai. Perspektif ini mungkin juga dianut oleh
pengadilan dan masyarakat. Umum. Meskipun pandangan psikoanalisis terhadap
terapi yang efektif bagi gangguan ini.
·
Terapi
behavioral
Menggunakan psikologi eksperimental untuk memperoleh
berbagai cara untuk mengurangi ketertarikan, para peneliti memilih terapi
‘aversi’. Dengan demikian, para fetsis boot akan diberi kejut listrik ( di kaki
atau di tangan ) atau emetic ( obat yang menimbulkan rasa mual ) bila menatap
sebuat boot. Suatu variasi yang didasarkan pada pencitraan adalah sensitisasi
tertutup, dimana orang yang bersangkutan membayangkan situasi yang menimbulkan
gairah namun tidak tepat dan juga membayangkan bahwa ia merasa mual atau malu
karena memiliki perasaan atau bertindak demikian. Meskipun terapi aversi tidak
dapat sepenuhnya menghilangkan ketertarikan tersebut, dalam beberapa kasus
terapi ini membuat pasien cukup dapat mengendalikan perilaku terbukanya. Metode
lain disebut pemuasan; pasien melakukan masturbasi dalam waktu lama, umumnya
setalah ejakulasi, seraya meneriakkan fantasinya mengenai aktivitasnya yang
menyimpang. Diyakini bahwa terapi aversi dan pemuasan, terutama bila
dikombinasikan dengan tipe intervensi psikologi lain, seperti pelatihan. Dapa
bermanfaat bagi parafilia. Berorientasi organik digunakan untuk membantu pasien
belajar untuk lebih terangsang oleh stimuli seksual yang wajar. Dalam prosedur
ini pasien (sebagian besar laki-laki) dihadapkan pada stimulus merangsang yang
normal, seperti foto perempuan ketika mereka sedang memberikan respons seksual
terhadap stimulus lain yang tidak dikehendaki. Dalam demonstrasi klinis teknik
ini untuk pertama kalinya, menginstruksikan kepada seorang laki-laki muda yang
memiliki masalah fantasi sadistic untuk melakukan masturbasi di rumah dengan
cara berprilaku. Pelatihan keterampilan sosial sering digunakan karena banyak
individu yang mengidap parafilia kurang memiliki keterampilan sosial. Teknik
lain, penyelesaian behavioural alternatif, merupakan teknik dimana pasien
membayangkan aktivitas yang menyimpang namun mengubah bagian akhirnya.
·
Penanganan
kognitif
Prosedur kognitif sering kali digunakan untuk
mengatasi distorsi pikiran pada individu yang mengidap parafili (incset).
Terapi yang diberikan menggunakan pendekatan ‘master dan johnson’ sebagi mode,
dengan asumsi bahwa beberapa parafilia (incest) terjadi atau tetap dilakukan
karena hubungan seksual yang tidak memuaskan dengan orang dewasa yang menjadi
pasangan si pengidap. Secara keseluruhan, baik program-program yang dilakukan
di dalam atau di luar institusi yang menggunakan model kognitif-perilaku untuk
para penjahat seksual mengurangi residivisme lebih dari yang dapat diharapkan
bila tidak diberikan terapi sama sekali.
·
Pengangan
biologis
Kastrasi atau
pemotongan tesis, sangat banyak dilakukan di eropa barat dua generalisasi lalu,
yang tampak cukup efektif dalam mengurangi insiden oerilaku parafilik. Berbagai
upaya biologi untuk mengendalikan perilaku parafilik yang melanggar hukum dan
secara sosial tidak diterima baru-baru ini mencakup penggunaan obat-obatan.
Salah satunya adalah medroksiprogesteron asetat, yang menurunkan kadar
testosterone pada laki-laki. Dengan mengurangi frekuensi ereksi dan ejakulasi,
penggunaan obat ini diasumsikan menghambat gairah seksual (baik karena stimuli
yang wajar atau tidak wajar) dan mengurangi perilaku yang tidak dikehendaki.
Sipteron asetat, yang juga mengurangi kadar testosterone, juga digunakan untuk
menghasilkan efek yang sama.
·
Hukum megan
Trend yang lebih maju tercermin dalam beberapa hukum
yang diberlakukan baru-baru ini yang mengizinkan pihak kepolisian
mempublikasikan keberadaan penjahat seks yang terdaftar dikepolisian jika meraka
dianggap berpotensi membahayakan. Hukum ini juga mengizinkan masyarakat untuk
menggunakan computer kepolisian untuk mengetahui apakah individu semacam itu
tinggal di lingkungan tempat tinggal mereka. Penelusuran keberadaan para
penjahat difasilitasi oleh jaringan computer nasional yang diciptakan oleh
presiden Clinton pada bulan agustus 1996 yang memungkinkan pihak kepolisian
memantau para penjahat.
F. Metode
untuk meningkatkan motivasi untuk menjalani terapi
·
Terapis dapat
berempati terhadap keengganan si pelaku untuk mengakui bahwa ia seorang
penjahat sehingga mengurangi defensivitas dan kekerasan.
·
Terapis dapat
menunjukkan kepada si pelaku berbagai penanganan yang dapat membantunya
mengendalikan perilakunya secara lebih baik dan menekankan konsekuensi negatif
yang timbul karena menolak menjalani penanganan (dipindahkan ke lokasi penjara
yang lebih tidak menyenangkan) dan jika melakukan lagi tindakan tersebut
(hukuman yang lebih berat).
·
Setelah
menjabarkan manfaat penanganan yang mungkin diperoleh, terapis dapat menerpakan
intervensi paradoksikal dengan menunjukkan keraguan bahwa si pelau termotivasi
untuk menjalani atau melanjutkan penanganan sehingga menantang si pelaku untuk
membuktikan bahwa keraguan terapis, yang semula ditentangnya, tidak berdasar.
·
Terapis dapat
menjelaskan bahwa akan dilakukan pengukuran psikofisiologis terhadap gairah
seksual si pasien, yang dapat mengungkap kecendrungan seksual pasien tanpa ia
harus membuat pengakuan tentang hal itu.
G.
Kasus
I. atrick Stuebing dan Susan
Karolewski
Patrick
dan Susan adalah kakak beradik yang sejak kecil hidup berpisah. Patrik diadopsi
keluarga lain saat masih bayi, sedang adiknya Susan tetap bersama ibu mereka.
Kisah ini berawal dari langkah Patrick yang tinggal di Postdam berusaha
menemukan jejak keluarganya. Patrick ketika itu berusia 23 tahun, dia bekerja
sebagai tukang kunci.
Penelusuran
Patrick membawanya ke Leipzig, kota tempat ibu dan adiknya Susan, 16 tahun,
tinggal. Mungkin karena sejak bayi berpisah dengan ibu dan adiknya, baru,
setelah 23 tahun bertemu, mengubah cara pandang Patrick. Keluarga yang tercerai
berai inipun akhirnya berjumpa dalam suasana mengharukan pada tahun 2000. Cinta pada
pandangan pertama, begitu kata mereka. Patrick dan Susan menghabiskan semalam
suntuk untuk saling mengenal, saat itulah timbul benih-benih cinta di hati
mereka. Tapi mereka menyembunyikan hal itu karena adanya ibu mereka. Barulah
setelah ibu mereka meninggal, kedunya baru berani terang-terangan. Akhirnya
mereka memutuskan hidup bersama sebagai suami istri. Dari hubungan terlarang
ini lahir empat anak (dua di antaranya menderita cacat). Namun ketika kasus
mereka bergulir di pengadilan, dan Negara memutuskan mereka salah, ketiga anak
mereka diambil oleh Negara. Ketiganya kemudian diadopsi oleh keluarga lain.
Hanya satu anak diperbolehkan hidup bersama pasangan ini karena ia masih sangat
kecil. dua dari empat anaknya lahir cacat. Anak pertamanya Erick, menderita
epilepsy juga lambat dalam belajar, sedang anak keduanya, Sarah adalah
penyandang kebutuhan khusus (cacat).
II. Seorang anak berusia 21 tahun
seorang anak berusia 21 tahun dari sepuluh
bersaudara, merasa bingung atas orangtua untuk menikah karena sejak ia berumur
13 tahun telah melakukan incest dengan kakak laki-lakinya yang berusia tiga
tahun lebih tua daripadanya, di luar sepengetahuan orang tua. Menurut kaka
laki-lakinya, ia mulai tertarik pada adiknya sejak ia berusia 14 tahun. Pada
saat itu, ia melihat adiknya tertidur dengan pakaian tersingkup. Timbullah
birahinya, sehingga ia mulai menggerayangi adiknya.
Perilaku
ini telah berulang kali dilakukan terhadap adiknya, tanpa setahu adiknya karena
dilakukan jika si adik sudah tertidur lelap sekali. Ketika adiknya berumur 15
tahun, ia sempat terbangun, bahkan memberikan respon yang menyenangkan sehingga
terjadilah koitus sempurna. Untungnya, hingga saat ini tidak pernah terjadi
kehamilan.
Persoalan
bagia adiknya saat ini adalah bahwa ia tidka berani mencoba berpacaran dengan
teman prianya karena merasa tidak suci lagi. Di pihak lain, orangtua sangat
menuntut agar ia memilih salah satu pria yang mendekatinya dan segera
melangsungkan pernikahan, untuk menceritakan keadaannya secara terus terang
kepada orangtuanya ia tidak berani. Sementara itu, incest dengan kakaknya masih
dilakukan dan ia merasakan kenikmatan, bahkan apabila kakanya lama tidak
mendekati, ia merasa membutuhkan reaksi incest tersebut.
Sebetulnya
incest pubertas merupakan variasi yang normal dalam perkembangan heteroseksual,
tetapi apabila perilaku incest ini berlarut-larut dan melampaui fase
perkembangan maka kejadian ini erat kaitannya dengan perkembangan psikopatologi
yang cukup serius.
Anak
perempuan pada tersebut ternyata memiliki kepribadian yang neorotik dan
depresif. Sedangkan kakaknya memiliki kecendrungan kepribadian antisocial. Ia
juga adalah seorang pecandu ganja dan obat-obatan dengan tingkah laku yang
sangat impulsif.
Incest
antara ibu dan anak laki-laki relative terjadi, mengingat sanksi sosial dan
budaya terhadap incest ibu dan anak laki-laki tempat lebih berat. Selain itu,
tindakan tersebut pada umumnya dilarang oleh setiap lingkungan budaya.
Sumber:
·
Abnormal
Psychology—ninth edition (Gerald C. Davidson , John M. Neale , Ann M. Kring)
·
Kasus
Gangguan Psikoseksual (Dr. Sawitri Supardi Sudarjoen,Psi)
Npm : 10050009121
Tidak ada komentar:
Posting Komentar