Definisi
Fobia
sosila adalah ketakutan menetap dan tidak rasional yang umumnya berkaitan
dengan keberadaan orang lain. Fobia ini dapat sangat merusak, sedemikian parah
sehingga angka bunuh diri pada orang-orang yang menderita fobia ini jauh lebih
tinggi disbanding pada mereka yang menderita gangguan anxietas lain (Schneier
dkk., 1992).
Fobia sosial (atau gangguan kecemasan sosial), dalam DSMIV-TR dijelaskan mengenai
hal itu, yang ditandai dengan menonaktifkan ketakutan satu atau lebih situasi sosial tertentu (seperti berbicara didepan publik, buang air kecil di kamar mandi umum, atau makan atau menulis di
depan umum, lihat table DSM - IV - TR). Dalam
situasi ini, seseorang mengalami
ketakutan bahwa ia mungkin terkena
pengawasan dan evaluasi negatif dari orang lain. Individu yang menderita fobia social biasanya mencoba menghindari situasi dimana ia mungkin dinilai dan menunjukkan tanda-tanda kecemasan atau berprilaku secara memalukan. Ketakutan yang ditunjukan dengan keringat yang berlebihan atau memerahnya waja. Berbicara atau melakukan sesuatu didepan public, makan ditempat umum, menggunakan toilet umum atau hamir semua aktifitas lain yang dilakukan ditempat yang terdapat orang lain dapat menimbulkan kecemasan ekstrim, bahkan serangan panic besar-besaran.
pengawasan dan evaluasi negatif dari orang lain. Individu yang menderita fobia social biasanya mencoba menghindari situasi dimana ia mungkin dinilai dan menunjukkan tanda-tanda kecemasan atau berprilaku secara memalukan. Ketakutan yang ditunjukan dengan keringat yang berlebihan atau memerahnya waja. Berbicara atau melakukan sesuatu didepan public, makan ditempat umum, menggunakan toilet umum atau hamir semua aktifitas lain yang dilakukan ditempat yang terdapat orang lain dapat menimbulkan kecemasan ekstrim, bahkan serangan panic besar-besaran.
Orang-orang yang menderita fobia social
sering kali bekerja dalam pekerjaan atau profesi yang jauh dibawah kemampuan
atau kecerdasan mereka karena sensitivitas social ekstrim yang mereka alami
jauh melebihi apa yang kita pikirkan tentang rasa malu sangat merugikan secar
emosional. Lebih baik mengerjakan pekerjaan bergaji rendah dari pada setiap
hari berhadapan dengan ornang lain dalam pekerjaan yang lebih baik. Diagnosis fobia sosial sangat umum
dan terjadi bahkan pada artis terkenal
seperti Barbra Streisand dan Carly Simon. Survei-Nasional Komorbiditas Replikasi diperkirakan bahwa sekitar 12% penduduk akan memenuhi syarat untuk diagnosis fobia sosial di
beberapa
titik dalam hidup mereka, (Kessler, Berglund, 2005b;. Tillfors, 2004); gangguan ini lebih banyak pada wanita dibandingkan pria (sekitar 60 persen adalah perempuan). Tidak seperti fobia spesifik, yang sering terjadi pada masa kanak-kanak, fobia sosial biasanya mulai terjadi, selama masa remaja atau dewasa awal (Tillfors, 2004; Wells & • Clark, 1997).
titik dalam hidup mereka, (Kessler, Berglund, 2005b;. Tillfors, 2004); gangguan ini lebih banyak pada wanita dibandingkan pria (sekitar 60 persen adalah perempuan). Tidak seperti fobia spesifik, yang sering terjadi pada masa kanak-kanak, fobia sosial biasanya mulai terjadi, selama masa remaja atau dewasa awal (Tillfors, 2004; Wells & • Clark, 1997).
G ejala-gejala
v Palpitasi jantung
v Banyak mengeluarkan keringat
v Gemetaran
v Panas-dingin
v Pusing
v Gangguan perut
v Kerongkonganterasa tersekat
v Diare
v Otot menjadi tegang
v Gelisah
Etiologi Fobia
Teori Psikososial
Freud
adalah orang pertama yang mencoba menjelaskan secara sistematis perkembangan
perilaku fobik. Menurut freud, fobia merupakan pertahanan terhadap kecemasan
yang disebabkan oleh impuls-impuls id yang ditekan. Kecemasan ini dialihkan
dari impuls id yang ditakuti dan dipindahkan kesuatu objek atau situasi yang
memiliki koneksi simbolik dengannya. Dengan menghindarnya seseorang dapat menghindar dari
konflik-konflik yang ditekan. Fobia adalah cara ego untuk menghindari
konfrontasi dengan masalah yang sebenarnya, yang itu konflik masa kecil yang
ditekan.
Berdasarkan teori fobia
lain dari psikoanalisis yang diajukan oleh Arieti (1979), sesuatu yang ditekan
merupakan masalah interpersonal tertentu dimasa kecil dan bukan suatu impuls
id. Arieti berteori bahwa pada masa kanak-kanak, orang-orang yang menderita
fobia pada awalnya menjalani periode tanpa dosa dimana mereka mempercayai orang
lain disekitar mereka untuk melindungi mereka dari bahaya. Kemudian mereka
menjadi takut bahwa orang dewasa, terutama orang tua, tidak dapat diandalkan.
Mereka tidak dapat hidup dengan ketiadaan rasa percaya tersebut, atau rasa
takut kepada orang lain. Untuk dapat kembali mempercayai orang lain, secara
tidak sadar mereka mengubah rasa takut padaorang lain tersebut menjadi rasa
takut pada objek atau situasi yang tidak menyenangkan. Fobia muncul kepermukaan ketika, pada masa dewasa,
seseorang mengalami beberapa bentuk stres. Sebagaimana sebagian besar teori psikoanalisis,
bukti-bukti yang mendukung pandangan ini sebagian besar terbatas pada
kesimpulan yang ditarik dari laporan-laporan khusus klinis.
Teori
Behavioral
Teori
behavioral berfokus pada pembelajaran sebagai cara berkembangnya fobia.
Beberapa tipe pembelajaran mungkin berperan.
Avoidance
Conditioning. Penjelasan
utama behavioral tentang fobia adalah reaksi semacam itu merupakan respon
avoidance yang dipelajari. Formulasi avoidance
conditioning dilandasi oleh teori dua faktor yang diajukan oleh Mowrer
(1947) dan menyatakan bahwa fobia berkembang dari dua rangkaian pemebelajaran
yang saling berkaitan
1.
Melalui classical conditioning seseorang dapat
belajar untuk takut pada suatu stimulus netral (CS) jika stimulus tersebut
dipasangkan dengan kejadian yang secara intrinsik menyakitkan atau menakutkan
(UCS).
2.
seseorang
dapat belajar mengurangi rasa takut yang dikondisikan tersebut dengan melarikan
diri dari atau menghindari CS. Jenis pembelajaran yang kedua ini diasumsikan
sebagai operant conditioning respon
dipertahankan oleh konsekuensi mengurangi kekuatan yang menguatkan.
Kemungkinan solusi lain untuk
memecahkan teka-teki fobia yang terjadi tanpa keterpaparan dengan UCS yang
menakutkan adalah menggunakan modeling.
Modeling.
Selain belajar untuk takut
terhadap sesuatu sebagai akibat pengalaman yang tidak menyenangkan dengannya,
ketakutan dapat dipelajari dengan meniru reaksi orang lain. Dengan demikian,
beberapa fobia dapat terjadi melalui modeling.bukan melalui pengalaman yang
tidak menyenangkan terhadap objek atau situasi yang ditakuti. Pembelajaran
terhadap rasa takut dengan mengamati orang lain secara umum disebut sebagai vicarious learning.
Vicarious
learning juga dapat terjadi melalui
instruksi verbal, yaitu reaksi fobik dapat dipelajari melalui deskripsi yang
diberikan orang lain tentang apa yang mungkin terjadi selain melalui observasi
terhadap ketakutan orang lain. Sebagai contoh, dalam kehidupan sehari-hari
orang tua dapat berulangkali memperingati anaknya agar tidak melakukan beberapa
aktifitas yang membahayakan.
Secara ringkas, data yang telah
kita kaji menunjukan bahwa beberapa fobia mungkin dipelajari melalui avoidance conditioning. Namun, avoidance conditioning tidak dapat
dianggap sebagai teori yang sepenuhnya dapat dibenarkan. Sebagai contoh,
seperti disebutkan sebelumnya bahwa orang yang menderita fobia menuturkan bahwa
mereka tidak pernah terpapar langsung dengan kejadian traumatis atau dengan
model yang menakutkan (Merckelbach dkk., 1989). Terlebih lagi model avoidance conditioning memiliki
kesulitan menangani komobiditas diantara berbagai jenis fobia.
Teori
Kognitif
Sudut pandang kognitif terhadap
kecemasan secara umum dan fobia secara khusus berfokus pada bagaimana proses
berpikir manusia dapat berperan sebagai diathesis dan pada bagaimana pikiran
dapat membuat fobia menetap.
Teori kognitif mengenai fobia
juga relevan untuk berbagai fitur lain dalam gangguan ini, rasa takut yang
menetap dan fakta bahwa ketakutan tersebut sesungguhnya tampak irasional bagi
mereka yang mengalaminya. Fenomena ini dapat terjadi karena rasa takut terjadi
melalui proses-proses otomatis yang terjadi pada awal kehidupan dan tidak disadari.
Setelah proses awal tersebut, stimulus dihindari sehingga tidak diproses cukup
lengkap dan yang dapat menghilangkan rasa takut tesebut (Amir. Foa, &
Coles,1998)
Biologis
Faktor-faktor
biologis yang memengaruhi. Beberapa teori yang telah kita bahas terutama
melihat pada lingkungan untuk menemukan
penyebab dan yang membuat fobia menetap. Namun, mengapa beberapa orang memiliki
ketakutan yang tidak realistik, sedangkan yang lain tidak, padahal mereka
mendapat kesempatan pembelajran yang sama? Mungkin mereka yang secara negatif
sangat terpengaruh oleh stres memiliki malfungsi biologis (suatu diathesis)
yang dengan cara satu atau lainnya memicu teradinya fobia stelah kejadian yang
penuh stres. Penelitian dalam dua area berikut tampaknya menjadikan : Sistem
saraf otonom dan faktor genetik.
v Sistem syaraf otonom. Seperti disebutkan sebelumnya, orang-orang yang
mengalami fobia sosial sering kali merasa takut bahwa wajah mereka akan memerah
atau berkeringat secara berlebihan didepan umum. Karena berkeringat dan
memerahnya wajah dikendalikan oleh sistem syaraf otonom, aktifitas sistem
syaraf otonom yang berlebihan kemungkinan merupakan suatu diathesis. Namun
demikaian, sebgian besar bukti tidak menunjukan bahwa orang-orang yang
menderita fobia sangat berbeda dalam pengendalian berbagai bentuk aktifitas
otonomik, walaupun saat berada dalam situasi seperti berbicara didepan umumyang
diharapkan akan terjadi perbedaan. Mungkin ketakutan terhadap memerahnya wajah
atau berkeringat sama pentingnya dengan wajah yang benar-benar memerah atau
berkeringat.
Kriteria DSM IV
Kriteria untuk Fobia Sosial
a. Ketakutan yang
berlebihan, tidak beralasan, dan menetap yang dipacu oleh objek atau situasi
b.
Keterpaparan
dengan pemicu menyebabkan kecemasan intens
c.
Orang tersebut
menyadari bahwa ketakutannya tidak realistik
d.
Objek atau
situasi tersebut dihindari atau dihadapi dengan kecemasan intens.
Perspektif
Faktor biologis
v Predisposisi genetik
v analisispedigree/silsilah
keluarga
v Iregularitas fungsi
neurotransmitter
v Abnormalitas dalam jalur otak
Faktor sosial-lingkungan
v Pemaparan terhadap peristiwa yang mengancam/traumatis
v Mengamati respon takut pada orang lain
v
Kurangnya dukungan social
Prevensi
Fobia social dapat dicegah dengan
cara memberikan pola asuh yang dapt menumbuhkan rasa percaya diri dan
keberanian pada anak sehingga anak mampu beradaptasi dan membina hubungan
social yang baik dengan orang lain.
Terapi Fobia
Pendekatan Psikoanalisis
Seperti halnya psikoanalisis yang
memiliki banyak variasi, demikian juga dengan terapi psikoanalisis. Walupun
demikian, secara umum semua penangnanan psikoanalisis terhadap fobia berupaya
mengungkap konflik-konflik yang ditekan yang diasumsikan mendasari ketakutan
ekstrim dan karakteristik penghindaran dalam gangguan ini. Karena fobia dianggap
sebagai simtom dari konflik-konflik yang ada dibaliknya, fobia biasnya tidak
secara langsung ditangani. Memang, upaya langsung untuk menghindari orang yang
bersangkutan dari berbagai konflik yang ditekan yang terlalu menyakitkan untuk
dihadapi.
Dalam berbagai kombinasi analisis
menggunakan berbagai teknik yang dikembangkan dalam tradisi psikoanalsis dalam
membantu mengangkat represi. Dalam asosiasi bebas analisis mendengarkan dengan
penuh perhatian apa yang disebutkan pasien terkait dengan setiap rujukan
mengenai fobia. Analisis juga berupaya untuk menemukan berbagai petunjuk
terhadap penyebab fobia yag ditekan dalam isi mimpi yang tampak jelas.
Pendekatan Behavioral
Desensitisasi sistematik merupakan
terapi behavioral utama yang pertama kali digunakan secara luas untuk menangani
fobia. (Wolpe, 1958). Individu yang menderita fobia membayangkan serangkaian
situasi yang semakin menakutkan sementara berada dalam kondisi relaksasi
mendalam. Bukti-bukti klinis dan ekperimental mengindikasi bahwa teknik ini efektif
untuk menghapuskan atau minimal mengurangi fobia.
Flooding adalah teknik terapeutik dimana klien dipaparkan dengan sumber fobia dalam
intensitas penuh. Rasa tidak nyaman ekstrim menjadi bagian tak terhindarkan
dalam prosedur ini sehingga belum lama ini cenderung menahan trapis untuk
menggunakan teknik ini, kecuali mungkin sebagai jalan terakhir bila pemaparan
secara bertingkat tidak membuahkan hasil.
Pendekatan biologis
Obat-obatan
yang mengurangi kecemasan disebut sebagai sedatif, tranquilizer, atau anxiolytic (akhiran lytic berasal dari bahasa yunani yang berarti ” melonggarkan atau
melelahkan”). Barbiturate adalah kategori obat-obatan utama yang pertama kali
digunakan untuk menangani gangguan anxietis, namun karena kategori obat-obatan
tersebut menyebabkan ketergantungan yang tinggi dan beresiko mematikan bila
overdosis. Pada tahun 1950 obat-obatan tersebut diganti dengan dua kelompok
obat-obatan lain, propanediol (a,l., Miltown) dan benzodiazepline (a,l., Valium
dan Xanax). Jenis yang kedua dewasa ini digunakan secar luas dan sebagaiman
akan kita lihat nanti memberikan manfaat bagi beberapa gangguan axieties. Namun
demikian, jenis tersebut tidak banyak digunakan bagi fobia spesifik. Terlebih
tinggi, walupun resiko mematikan dalam kondisi overdosis tidak sebesar
barbiturate, benzodiazepine, menyebabkan ketergantungan fisisk dan sindrom
putus zat diri yang parah.
Contoh Kasus
Seorang pasien (wanita) Ny.B.M. (usia 32th) dikonsul ke poliklinik
Psikiatri dengan keluhan jantung berdebar-debar, keringat dingin, perut mulas,
dan pusing. Keluhan ini telah berlangsung sejak 3 tahun yang lalu. Sehari
sebelumnya pasien pingsan tak sadarkan diri. Dari auto dan alloanamnesis (dari
suami pasien), didapatkan hal-hal sebagai berikut : keluhan utama/alasan
berobat/alasan perawatan, pasien pingsan tak sadarkan diri pada saat akan
berpidato di depan undangan, saat pelantikan pasien sebagai Kepala Bagian.
Pasien dibawa ke institusi gawat darurat. Setelah tenang, disarankan untuk
konsultasi ke poliklinik Psikiatri. Dari anamnnesy diperoleh kesan pasien tidak
akan mengikuti kegiatan bila harus berhadapan pada situasi publik (sosial)
lainnya. Selalu dalam pikirannya sudah tersedia jawaban bahwa “saya tidak bisa
dan akan malu-maluin“. Pada pertemuan khusus, misalnya resepsi perkawinan yang
mengharuskan pasien bersama suaminya pergi ke tempat tersebut, selalu tersedia
jawaban, lebih baik saya “ tinggal di rumah, kasihan anakanak tidak mempunyai
teman.“ guna menolak ajakan.
Deskripsi umum menunjukkan, pasien tampak gelisah, mengeluh dadanya sakit,
kesemutan yang menjalar ke lengan kiri, deg-degan, pusing, keringat dingin dan
mual. Sikap terhadap pemeriksa: koperatif, pembicaraan lancar, tingkah laku
motorik dalam batas normal. Tidak diketemukan tanda-tanda psikopatologis lainnya,
dalam proses pikir, alam perasaan, tingkah laku motorik, persepsi, sensorium dan
kognisi, orientasi, daya ingat, dan konsentrasi. Daya menilai realitas: baik.
Penghayatan terhadap penyakit : tingkat V (intelektual). Pasien mengeluh dadanya
sakit, disertai nyeri yang menjalar pada
daerah
lengan kiri yang berasal dari daerah dada, dan untuk menyikirkan kelainan
gangguan kardiovaskular pasien dikonsulkan ke dokter ahli jantung. Dilakukan pemeriksaan elektrokardiograf dan
tidak didapatkan kelainan elektrokardiogram
(EKG). Dan
pemeriksaan echocardiography, menunjukkan hasil sebagai berikut, dimensi
ruang: ruang jantung normal. Left ventricle (LV): tebal normal. Fungsi
sistolik : baik, normokinetik, semua segmen dan katub-katub jantung: normal. Diagnostic
impression dari pada jantung: Fungsional normal dan tidak tampak gangguan kinetik.
Karena ada keluhan mulas,
pasien dikonsulkan ke bagian penyakit dalam, namun tidak
didapatkan
kelainan yang signifikan. Kesan pemeriksaan psikiatris: fobia sosial
Sumber
v
Psikologi
Abnormal (Gerald C. Davison; John M. Neale; AN M. Kring) Edisi 9
v
Abnormal
Psychology core concepts james n. butcher susan mineka jill m. hooley, 2008
pearson education USA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar