A.
Definisi dan Ciri-Ciri Kriteria Diagnostik
Merupakan
gangguan utama lain dalam kelompok gangguan ekstranalisasi. Definisi gangguan
tingkah laku dalam DSM-IV-TR memfokuskakn pada periaku yang melanggar hak-hak
dasar orang lain dan norma-norma sosial utama. Tipe perilaku yang dianggap sebagai symptom gangguan tingkah laku mencakup
agresi dan kekejian terhadap orang lain atau hewan, merusakan kepemilikan,
berbohong, dan mencuri. Gangguan tingkah laku merujuk berbagai yang kasar dan
sering dilakukan yang jauh melampaui kenakalan dan tipuan praktis yang umum
dilakukan anak-anak dan remaja. Sering kali perilaku tersebut ditandai dengan
kesewenang-wenangan, kekejian dan kurangnya penyesalan, membuat gangguan
tingkah laku merupakan salah satu criteria historis dalam gangguan kepribadian
antisocial pada orang dewasa.
Gangguan
tingkah laku—yang paling utama, agresitivitas fisik ekstern—namun menunjukkan
berbagai perilaku seperti kehilangan kendali emosinya, bertengkar dengan orang
dewasa, berulang kali menolak mematuhi perintah orang dewasa, sengaja melakukan
hal-hal untuk mengganggu orang lain, dan
mudah marah, kasar, mudah tersinggung, dan pendendam. DSM juga menyebutkan
bahwa anak-anak semacam itu sebagian besar adalah laki-laki, jarang menilai
konflik yang mereka alami dengan orang lagi sebagai kesalahan mereka.
Gangguan
tingkah laku ditentukan oleh dampak perilaku si anak pada orang dan lingkungan
sekitarnya. Hal itu terjadi pada anak laki-laki, namun jauh lebih sedikit yang
diketahui mengenai komorbiditas gangguan tingkah laku dan ADHD pada anak-anak
perempuan.
Kecemasan
dan depresi secara umum dipandang sebagai masalah internalisasi umum di
kalangan anak-anak dengan gangguan tingkah lakum dengan estimasi komodibitas
bervariasi mulai dari 15 hingga 45 persen. Gangguan tingkah laku cukup umum
terjadi. Prognosis bagi anak-anak yang didiagnosis mengalami gangguan tingkah
laku bervariasi. Sebagian besar orang dewasa yang sangat antisocial semasa
masih kanak-kanak. Meskipun demikian, lebih dari separuh anak yang mengalami
gangguan tingkah laku tidak lantas menjadi orang dewasa yang antisocial. Dengan
demikina, gangguan tingkah laku di masa kanak-kanak tidak dengan sendirinya
berlanjut menjadi perlaku antisocial; di masa dewas, meskipun memang merupakan
faktor mempredisposisi.
Sebagian besar anak laki-laki yang sangat agresif di
usia dini, termasuk namun tidak hanya terbatas mereka yang mengalami gangguan
tingkah laku, perilaku agresifnya tidak berlanjur hingga dan selepas masa
remaj. Anak laki-laki dengan gangguan tingkah laku perilaku antisosialnya jauh
lebih mungkin untuk berlanjut jika mereka memiliki salah satu orangtua yang
mengalami gangguan kepribadian antisocial atau jika mereka memiliki kecerdesan
verbal rendah.
B.
Biologi
Faktor kerturunan memang sangat mungkin berperan.
Pengaruh genetika yang besar dan hampir tidak ada pengaruh lingkungan keluarga
dalam simtoms-simtom gangguan tingkah laku di masa kanak-kanak. Perilaku
criminal dan agresif dipengaruhi oleh faktor-faktor genetic dan lingkungan,
dimana pengaruh faktor lingkungan sedikit lebih besar. Bukti-bukti yang
mendukung kontribusi genetic dan lingkungan terhadap gangguan tingkah laku dan
perilaku antisocial tidak berbeda pada laki-laki dan perempuan. Mungkin
diturunkan dalam gangguan tingkah laku adalah karakteristik temperamental yang
beriteraksi dengan berbagai masalah biologi lainnya.
C.
Psikologis
Salah
satu bagian penting dalam perkembangan anak normal adalah berkembangnya
kesadaran moral, berkembangnya naluri mengenal yang benar dan salah dan
kemampuan. Bahkan keinginan untuk menaati berbagai aturan dan norma.
Teori pembelajaran yang melibatkan modeling dan
pengondisian operant memberikan penjelasan yang bermanfaat mengenali
perkembangan dan berlanjutnya berbagai masalah tingkah laku. Anak-anak juga
dapat meniru tindakan agresif yang dilihatnya dari berbagai sumber lain,
seperti televise. Karena egresi merupakan cara mancapai tujuan yang efektif,
meskipun tidak menyenangkan, kemungkinan hal tersebut dikuatkan. Oleh karena
itu, setelah ditiru tindakan agresif kemungkinan akan dipertahankan.
Para
remaja tersebut meniru perilaku anak-anak seusia yang berprilaku antisocial
secara tetap karena anak-anak tersebut tampak memiliki benda-benda berstatus
tinggi dan kesempatan seksual. Selain itu, berbagai karakteristik pola asuh
seperti disiplin keras dan tidak konsisten dan kurangnya pengawasan secara
konsisten dihibungkan dengan perilaku antisocial pada anak-anak. Mungkin
anak-anak yang tidak mendapatkan konsekuensi negatif atas tanda-tanda awal
perilaku salah di kemudian hari mengalami masalah tingkah laku yang lebih
serius. Proses-proses kognitif pada anak-anak agresif mengalamu bias tertentu;
anak-anak tersebut menginterpretasikan tindakan ambigu.
D.
Pengaruh dari teman-teman seusia
Penerimaan atau penolakan dari temna-teman seusia, dan
afiliasi dengan teman-teman seusia menunjukkan hubungan kausal dengan oerilaku
agresif, bahkan dengan mengendalikan tingkat perilaku agresif yang terdahulu.
Pergaulan dengan teman-teman seusia yang berprilaku nakal juga meningkatkan
kemungkinan perilaku nakal.
E.
Sosiokultural
Kelas sosial dan kehidupan kota besar berhubungan
dengan insiden kenakalan. Tingkat pengangguran tinggi, fasilitas pendidikan
rendah, kehidupan keluarga yang terganggu, dan subkultur yang menganggap
perilaku kriminal suatu hal yang dapat diterima terungkap sebagai faktor-faktor
yang berkontribusi. Sebuah studi terhadap para remaja Afrika Amerika dan kulit
putih yang diambil dari Pittsburgh Youth Study mengindikasikan bahwa tindak
kriminal yang lebih berat yang ditemukan dikalangan etnis Afrika Amerika
tampaknya berhubungan dengan tempat tinggal mereka yang berlokasi di pemukiman
miskin, bukan dengan ras mereka. Dalam sampel total dengan mengabaikan
perbedaan kelas social, para remaja Afrika Amerika jauh lebih mungkin melakukan
tindak criminal berat daripada para remaja kulit putih. Namun para remaja
Afrika Amerika yang tidak bermukim di wilayah pemukiman kelas bawah tidak
berbeda dengan para remaja kulit putih dalam hal perilaku kenakalan serius.
Faktor-faktor social berperan. Korelasi terkuat dengan
kenakalan selain wilayah mukim adalah hiperaktivitas dan kurangnya pengawasan
orang tua; setelah faktor-faktor tersebut dikendalikan, para penghuni pemukiman
kelas bawah sangat erat dengan perilaku kenakalan, namun tidak demikian dengan
etnisitas.
F.
Prevensi
- Intervensi
Keluarga. Pelatihan manajemen pola asuh (PMP), di mana para orang tua
diajari untuk mengubah berbagai respons terhadap anak-anak mereka sehingga
perilaku prososial dan bukannya perilaku antisocial dihargai secara konsisten.
Para orang tua di ajarkan teknik-teknik seperti penguatan positif bila si anak
menunjukkan perilaku positif dan pemberian jeda serta hilangnya perlakuan
istimewa bila ia berperilaku agresif atau antisocial.
- Program Head
Start. Pendidikan prasekolah berbasis komunitas yang memfokuskan pada pengembangan
keterampilan kognitif social sejak dini. Head Start menjalin kesepakatan dengan
para professional di dalam komunitas untuk menyediakan layanan kesehatan umum
dan kesehatan gigi bagi anak-anak, termasuk veksinasi, tes pendengaran dan
penglihatan, penanganan medis dan informasi.
- Penanganan
Multisistemik (PMS). PMS mencakup pemberian berbagai layanan terapi
intensif dan komprehensif di dalam komunitas dengan menargetkan para remaja,
keluarga, sekolah dan dalam beberapa kasus juga kelompok sebaya. Strategi yang
digunakan PMS bervariasi, mencakup teknik-teknik perilaku kognitif, system
keluarga, dan manajemen kasus. Keunikan terapi ini terletak pada kekuatan
individu dan keluarga, mengindentifikasi konteks bagi masalah-masalah tingkah
laku, menggunakan intervensi yang berfokus pada masa kini dan berorientasi pada
tindakan, dan menggunakan intervensi yang membutuhkan upaya harian atau
mingguan oleh para anggota keluarga.
- Penanganan Kognitif. Terapi kognitif
individual bagi anak-anak yang mengalami gangguan tingkah laku dapat
memperbaiki perilaku mereka, meskipun tanpa melibatkan keluarga. Contohnya,
mengajarkan keterampilan kognitif kepada anak-anak untuk mengendalikan
kemarahan mereka menunjukkan manfaat yang nyata dalam membantu mereka
mengurangi perilaku agresifnya. Dalam pelatihan pengendalian kemarahan,
anak-anak yangagresif diajari cara pengendalian diri dalam berbagai situasi
yang memancing kemarahan. Startegi lain memfokuskan pada kurangnya perkembangan
moral pada anak-anak dengan gangguan tingkah laku. Mengajarkan keterampilan
penalaran moral kepada kelompok remaja yang mengalami gangguan perilaku di
sekolah cukup berhasil.
G.
Kasus
- Sharon dan sahabatnya Jill sedang berbelanja di
suatu butik. Jill menemukan blus yang dia inginkan, namun tidak mampu
membelinya. Ia membawa blus tersebut ke ruang pas dan memakainya dibalik
jaketnya. Ia memamerkannya kepada Sharon dan, tanpa memedulikan protes dari
Sharon, dan meninggalkan toko tersebut. (Abnormal Psychology ninth edition,
Gerald C Davidson - John M. Neale - Ann M. Kring)
- Wilson dilaporkan ke polisi karena diduga
melakukan perbuatan cabul terhadap seorang mahasiswi berinisial Ag (19). Akibat
kasus ini, pria kelahiran Ambon, 24 Agustus 1989, itu terpaksa mendekam di
tahanan Polres Metro Jakarta Utara. "Ini kenakalan remaja, janjian makan malam
dan ada hubungan istimewa kemudian berlanjut ke kamar hotel dan di mobil sudah
berciuman dan itu sampai ke hotel," papar Andi Mulia Siregar Kuasa
Hukum Wilson saat
ditemui di kawasan Blok M, Jakarta, Senin (11/10/2010).
H.
Sumber
- Abnormal Psychology
ninth edition, Gerald C Davidson - John M. Neale - Ann M. Kring
- Abnormal
Psychology Eleventh edition, Ann M.
Kring – Sheri L. Johnson - Gerald C.
Davison - John M. Neale
Nama : Edo Prasatio Grahatama
NPM : 10050009131
Tidak ada komentar:
Posting Komentar